Jumat, 03 September 2010

Jejoongwon (Episode 25)

"Tuan Hwang!" seru murid-murid dan staff Jejoongwon ketika mereka melihatnya datang.

Hwang Jung membungkuk untuk memberi hormat.

"Tuan Hwang." sapa Dr. Heron, tersenyum. Hwang Jung membungkuk padanya.

Hwang Jung menoleh dan menatap Seok Ran. "Nona." sapanya, tersenyum.

"Dia sangat tampan." kata Miryung terpesona.

"Lihat siapa disini." kata Mak Saeng, tertawa senang.

"Hwang, kau membuatku silau!" seru Jang Geun seraya mengusap-usap matanya.

Hwang Jung tertawa, kemudian menoleh ke arah Do Yang.

"Tuan Hwang, selamat." kata Do Yang, mengulurkan tangannya.

"Terima kasih, Tuan Baek." ujar Hwang Jung, menjabat tangan Do Yang erat.

"Tuan Hwang mendapat perintah dari Yang Mulia untuk melanjutkan pendidikannya di Jejoongwon." kata Dr. Heron di kelas.

Sebagian murid bertepuk tangan termasuk Do Yang, namun sebagian lagi tidak.

Dr. Heron meminta Hwang Jung menyampaikan sepatah dua patah kata untuk teman sekelasnya.

"Aku, dokter pelatihan Hwang Jung, tidak lagi menggunakan nama orang lain." kata Hwang Jung di depan kelas. "Namaku bukan lagi So Geun Gae. Aku berdiri disini dengan nama baru yang diberikan oleh Yang Mulia. Aku minta maaf karena telah menyebabkan banyak masalah pada kalian semua."

Dr. Heron tersenyum dan mengangguk.

"Aku akan bekerja dengan keras sehingga aku tidak akan mempermalukan Jejoongwon." janji Hwang Jung.

Sebagian murid bertepuk tangan.

Han membanting buku di meja. "Aku tidak akan mau belajar bersama tukang jagal yang mengenakan topeng orang bebas!" teriak Han seraya berdiri dari duduknya dan berjalan pergi.

"Aku mohon padamu!" panggil Hwang Jung. "Darah yang mengalur di pembuluh darahku sama dengan kalian. Tolong jangan memandangku sebagai darah tukang jagal, tapi sebagai darah seorang ilmuwan. Kumohon padamu."

Han keluar dari kelas itu dan membanting pintu.

Dr. Heron memberikan Hwang Jung sebuah jas lab dan jadwal klinik.

"Seperti janjiku, murid terbaik boleh menerima pasien." kata Dr. Heron. "Kau akan memeriksa dan mengobati pasienmu. Pastikan kau meninggalkan laporan yang baik. Beritahu aku jika ada pasien dengan kondisi serius."

"Ya."

"Tuan Hwang, kau bukan lagi tukang jagal. Tapi, masih ada banyak orang yang akan menganggapmu demikian. Tapi, kuatkan hati. Ada lebih banyak orang yang menyayangimu."

"Terima kasih." kata Hwang Jung.

Dr. Heron bangkit dari duduknya. "Jika kau tidak ingin orang lain merendahkanmu, kau harus menjadi seorang dokter yang sempurna. Hanya kemampuanlah yang bisa membuatmu tinggi."

"Aku akan mengingat kata-katamu."

"Bagus." kata Dr. Heron. Ia mengangkat sebuah tas ke atas meja. "Mulai saat ini, kau akan melakukan kunjungan rumah."

Hwang Jung melihat jadwal klinik yang tertempel di dinding. Ia mendapat jadwal periksa setiap selasa dan kamis. Seok Ran datang dan mengajaknya ke kelas karena mereka akan mengadakan pesta untuk Hwang Jung.

Di kelas ada misionaris Appenzeller, Underwood, Dr. Heron, Gr. Horton, Gwak, Nang Rang dkk dan beberapa murid Jejoongwon.

Mak Saeng dan Mong Chong sepertinya menjalankan hubungan khusus.

"Selamat untuk kembalinya Tuan Hwang ke Jejoongwon." kata Dr. Heron seraya mengangkat gelasnya untuk bersulang. "Aku berharap Jejoongwon akan terus berkembang. Untuk Jejoongwon."

Menteri Perang tidak bisa menerima bahwa Hwang Jung dimaafkan, bahkan diizinkan kembali ke Jejoongwon. Ketika Do Yang datang, Menteri sedang bicara dengan seorang pria yang tidak dikenal Do Yang. Pria itu pergi keluar ketika melihat Do Yang.

"Aku tidak bisa menerima ini." kata Menteri Perang pada Do Yang. "Kudengar ia juga bertanggung jawab pada kematian ayahmu. Bagaimana kau bisa mengatasi kesedihanmu?"

"Aku tidak bisa, tapi seiring dengan berjalannya waktu dan pengetahuanku mengenai medis bertambah, aku sadar bahwa tidak ada yang bertanggung jawab atas hal itu." jawab Do Yang.

"Tidak ada yang bertanggung jawab? Apakah kau berpikir yang sama mengenai kematian putriku?"

"Aku mengerti alasan putrimu kenapa ingin mengakhiri hidupnya." kata Do Yang. "Tapi sebagai seorang dokter, dalam keadaan darurat ia harus fokus untuk menyelamatkan nyawanya."

Menteri Perang menggebrak meja. "Apa kau membelanya di depanku? Apa kau Baek Do Yang yang kukenal?"

"Tolong maafkan aku. Tapi kau tidak bisa menyalahkan Hwang Jung atau putrimu atas tidakan mereka."

"Apa?!" teriak Menteri. "Putriku meninggal! Aku tidak bisa bicara denganmu lagi. Aku memangilku karena kupikir kau akan mengerti perasaanku. Tapi ternyata kau sudah ada dipihaknya. Tunggu dan lihat saja. Langit tidak akan membiarkan dia bebas."

Ma Dang Gae (yg sekarang bernama Hwang Jung Bu) datang ke rumah keluarga Yoo untuk bahwa ia akan mengawasi Hwang Jung. "Aku tidak akan membiarkan dia menyebabkan masalah lagi pada keluarga kalian." katanya. "Aku tidak akan mengizinkan dia mendekati putri kalian."

"Aku senang kau menunjukkan rasa terima kasihmu dengan berbuat ini." kata Nyonya Yoo.

Tuan Yoo mengangguk.

Hari ini, Hwang Jung memeriksa pasien. Ada pasien yang menolak diperiksa Hwang Jung, namun banyak pula yang bersedia. Pria yang bicara dengan Menteri Perang juga datang ke Jejoongwon. Sepertinya ia merencanakan sesuatu.

Do Yang melihat pria itu di Jejoongwon dan menjadi curiga.

Do Yang memeriksa pasien.

"Apakah kau dokter dari kelas tukang jagal?" tanya pasien pada Do Yang.

"Bukan." jawab Do Yang.

"Ini sangat aneh. Bagaimana seorang pria yang membunuh sapi bisa mengobati orang?"

"Dia adalah pria yang memiliki banyak kemampuan. Dia bahkan dipromosikan oleh Raja." kata Do Yang menjelaskan.

Di kelas, Seok Ran belajar mengenai ginekologi dengan Dr. Horton. Miryung, Nang Rang dan Park So Sa merasa malu dan menutup mata mereka. Mereka juga malas belajar. Namun Dr. Horton mengatakan bahwa ia dan Direktur akan mengadakan ujian untuk mereka. Jika mereka tidak lulus, maka bisa saja mereka akan dipecat oleh Direktur. Miryung dan Nang Rang menjadi semangat belajar.

Dr. Heron menyarankan pada Hwang Jung agar Hwang Jung memberikan kursi roda pada ayahnya. "Tapi sepertinya di Korea tidak ada." katanya.

Hwang Jung berjalan keluar. Disana, ia melihat sepeda milik Seok Ran yang sudah rusak.

"Nona, maukah kau memberikan sepeda itu untukku?" tanya Hwang Jung.

"Tapi itu sudah rusak." kata Seok Ran.

"Aku ingin mencoba membuat kursi roda."

Seok Ran menemani Hwang Jung membuat kursi roda di rumah keluarga Yoo.

"Sudah selesai." kata Hwang Jung.

"Bisakah kita mencobanya?" tanya Seok Ran tertarik.

"Duduklah." kata Hwang Jung, meminta Seok Ran duduk di kursi roda, kemudian mendorongnya. Hwang Jung keasikan mendorong dan menutar-mutar Seok Ran.

"Aku pusing!" teriak Seok Ran. Hwang Jung tetap memutar-mutar kursi roda. "Turunkan aku!"

Hwang Jung berhenti. Seok Ran berdiri gontai, hampir terjatuh.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Hwang Jung.

"Kenapa kau memutar aku seperti itu?!" omal Seok Ran, memukul lengan Hwang Jung.

Hwang Jung tertawa. "Aku melakukannya untuk bersenang-senang. Maafkan aku."

"Itu menyenangkan." kata Seok Ran cemberut. "Dan penilaianku untuk kursi roda ini... A+. Diterima."

"Diterima!" seru Hwang Jung senang. "Terima kasih ibu juri."

Seok Ran dan Hwang Jung mengantarkan kursi roda itu ke rumah Ma Dang Gae. Ma Dang Gae bersikap dingin pada Seok Ran.

Hwang Jung membantu Ma Dang Gae duduk di kursi roda dan membawanya ke depan sebuah rumah.

"Dimana kita?" tanya Ma Dang Gae.

"Oh, kau sudah pulang, Tuan?" Gwak tiba-tiba keluar dan memberi hormat pada Ma Dang Gae.

Hwang Jung mendorong ayahnya masuk ke halaman rumah. "Ayah, ini rumah kita yang baru." katanya.

"Benarkah?"

"Jung membeli rumah ini dengan uang yang diberikan Raja." kata Gwak senang. "Aku juga punya kamar!"

Mereka masuk ke dalam rumah dan membawa Ma Dang Gae ke kamar barunya. Ma Dang Gae menatap kamar itu sedang senang.

"Ayah, besok aku akan mengangkut barang-barang kita dari rumah yang lama." kata Hwang Jung. "Kita menginap disini malam ini."

"Tuan Hwang bukan lagi murid Jejoongwon, jadi ia tidak perlu tinggal disana." kata Seok Ran menambahkan. "Kalian bisa tidur bersama di rumah baru."

"Ya." kata Ma Dang Gae. "Nona, mulai saat ini, tolong jangan datang lagi ke rumah kami."

"Ayah!" Hwang Jung terkejut mendengar ucapan ayahnya.

"Aku tahu dunia berubah menjadi lebih baik." kata Ma Dang Gae. "Tapi jika kau tetap datang kemari, kau akan merusak kesempatanmu untuk menikah. Tolong jangan datang lagi. Ayahmu sangat mengkhawatirkanmu."

Hwang Jung berbincang bersama Seok Ran di restoran

"Tidakkah sebaiknya kita memberitahunya?" tanya Seok Ran. "Tapi aku takut dia akan terkejut. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."

"Jangan khawatir, Nona." kata Hwang Jung. "Saat ayahku sudah terbiasa dengan hidup barunya dan sudah cukup sehat, aku akan memberitahu dia."

Seok Ran mengangguk murung.

"Yang harus kau pikirkan adalah ujianmu. Selebihnya, serahkan saja padaku." kata Hwang Jung menyemangati.

Seok Ran tertawa. "Ya."

Malam itu, Do Yang berkunjung ke rumah keluarga Yoo. Nyonya Yoo memberinya jas mahal.

"Hubungan Tuan Hwang dan Seok Ran tidak akan berhasil." kata Nyonya Yoo. "Ayah Tuan Hwang datang dan berjanji bahwa untuk memisahkan mereka."

Do Yang tidak berkomentar mengenai hal itu. Ia kemudian memohon diri untuk pamit.

Ketika Do Yang berjalan belum jauh dari gerbang rumah keluarga Yoo, ia melihat Hwang Jung mengantar Seok Ran pulang. Hwang Jung menggandeng tangan Seok Ran.

"Masuklah." kata Hwang Jung.

"Aku akan masuk setelah kau pergi." kata Seok Ran.

"Masuklah lebih dulu."

"Kau yang pergi dulu." kata Seok Ran bersikeras.

Do Yang melihat mereka dari jauh, kemudian berjalan pergi.

Dalam perjalanan pulang Hwang Jung diserang oleh pria utusan Menteri Perang.

"Aku adalah tukang jagal yang membunuh orang." kata pria itu. Ia mengeluarkan pisau untuk membunuh Hwang Jung. Hwang Jung berkelahi dengannya dan berhasil menang. Pria itu melarikan diri.

"Berikan aku kesempatan lagi." kata pria pembunuh pada Menteri Perang.

"Tidak perlu." kata Menteri. "Aku punya rencana yang lain. Ia memiliki seorang ayah, bukan?"

Ya."

"Bagus." Menteri tersenyum licik. "Ia akan merasakan kesedihan yang sama denganku. Kesedihan karena kehilangan seseorang yang disayangi."

Malam itu, Hwang Jung dan ayahnya tidak bisa tidur. Ma Dang Gae bercerita bahwa salah satu keinginannya terpenuhi.

"Apakah kau punya keinginan yang lain?" tanya Hwang Jung. "Katakan padaku."

"Aku selalu mengantarkan daging ke sebuah kedai." kata Ma Dang Gae. "Aku hanya mencium baunya, tapi belum pernah merasakannya. Aku ingin... pergi denganmu ke kedai itu dan makan semangkuk sup."

Hwang Jung tertawa. "Hanya itu?"

"Mungkin bagimu itu hanya semangkuk sup, tapi bagiku lebih dari itu." kata Ma Dang Gae.

"Baiklah. Kita pergi besok dan makan disana." kata Hwang Jung. "Apa ada keinginan lain?"

"Itu... Aku ingin kau menikah." jawab Ma Dang Gae.

"Aku tidak bisa menikah saat ini. Tapi aku akan menikah setelah menjadi dokter."

"Ya. Kau memang harus belajar. Tapi kau tahu? Kau tahu...? Kau harus menikah!"

Hwang Jung tertawa.

"Aku ingin punya cucu! Tapi... kau tidak boleh menikah dengan Nona Seok Ran." kata Ma Dang Gae. Ia menceritakan janjinya untuk membuat Hwang Jung menjauhi Seok Ran.

Hwang Jung terkejut.

"Tuan Yoo telah menolong keluarga kita selama bertahun-tahun. Dan hartanya yang paling berharga adalah putri mereka, Nona Seok Ran. Jika kau tetap bertemu dengan Nona Seok Ran, maka kita akan membayar kebaikan dengan keburukan. Jadi, jangan dekati Nona Seok Ran lagi."

Penyakit disentri telah menyebar di masyarakat.

Duta Besar Jepang juga terkena disentri. Perdana Menteri Jepang mengirimkan sebuah surat dan mencabut jabatannya sebagai Duta Besar.

"Aku benci Korea. Aku akan kembali ke Jepang." katanya kesal.

Hwang Jung dan ayahnya pergi ke kedai untuk memakan sup. Pemilik kedai terkejut melihat perubahan penampilan Ma Dang Gae.

Tanpa mereka ketahui, pria suruhan Menteri Perang mengintai mereka. Pria itu sengaja menusuk anak buahnya dengan pisau hingga terluka.

"Tolong! Temanku sekarat!" teriak seseorang panik.

"Putraku adalah murid Jejoongaon." kata Ma Dang Gae.

"Tolong bantu aku!" kata orang itu pada Hwang Jung. "Temanku ada disana!"

Hwang Jung tidak tenang meninggalkan ayahnya, tapi ia tetap harus menolong orang sakit. Hwang Jung pergi bersama pria itu.

Pria pembunuh menoleh sedikit. Rencananya berhasil.

Seorang pria sengaja menyenggol Ma Dang Gae. "Ah, apakah kau tukang jagal Ma Dang Gae?" tanya pria itu. "Lihat kau! Berpenampilan seperti bangsawan!"

"Yang Mulia sudah memperbaiki statusku." kata Ma Dang Gae.

"Apa kau punya bukti?" tanya pria itu. Beberapa temannya datang.

"Beraninya kau makan ditempat yang sama dengan kami." kata pembunuh suruhan Menteri. Ia mengambil mangkuk sup Ma Dang Gae dan meletakkannya di tanah. "Silahkan dimakan." Ia menarik Ma Dang Gae hingga terjatuh ke tanah, kemudian memaksa Ma Dang Gae memakan sup itu. "Kubilang makan!"

Teman-temannya menginjak-injak Ma Dang Gae habis-habisan.

Nyonya pemilik kedai berlari-lari memanggil Hwang Jung panik. Hwang Jung bergegas berlari kembali ke kedai. Ia menemukan ayahnya terkapar ditanah dan terluka parah.

"Kurasa.. aku akan pergi menemui ibumu." kata Ma Dang Gae.

"Apa yang kau katakan?!" seru Hwang Jung. Ia mengangkat ayahnya ke kursi roda dan bergegas menuju Jejoongwon.

Dr. Heron memeriksa Ma Dang Gae.

"Jung.. disini.. gelap." kata Ma Dang Gae lemah.

"Kau akan baik-baik saja. Kami akan mengobatimu." kata Hwang Jung cemas seraya menggenggam tangan ayahnya. Ia menangis.

"Maafkan aku, karena aku menjadi ayahmu." kata Ma Dang Gae. Tiba-tiba ia terdiam. Ma Dang Gae meninggal.

"Paman!" seru Gwak menangis.

Hwang Jung berjalan keluar. "Gwak, bawa ayah pulang." katanya.

Do Yang, Je Wook dan tiga murid Jejoongwon lain datang.

"Kudengar tukang jagal rendahan dipukuli sampai mati." kata Je Wook. "Apa Jejoongwon sekarang menjadi rumah tukang jagal? Kenapa kau meningkatkan angka kematian disini? Kau harus membawa pulang mayatnya!"

"Je Wook!" seru Do Yang menghentikan temannya.

"Apa aku salah?" tanya He Wook menghina.

Hwang Jung tidak bisa menahan emosinya. Ia maju dan memukuli Je Wook.

"Tuan Hwang!" seru Seok Ran, datang bersama para perawat.

Hwang Jung tidak berkata apa-apa dan berjalan pergi. Ketika Seok Ran hendak mengejar, Do Yang menahannya.

Hari pemakaman Ma Dang Gae.

Hwang Jung diam di depan papan nama ayahnya. Seok Ran datang dan menemuinya.

Ketika Seok Ran hendak memberi hormat, Hwang Jung berkata, "Kau tidak seharusnya datang."

Seok Ran menoleh. "Apa?"

"Itulah yang dikatakan ayah padamu." kata Hwang Jung. "Ia mengatakan padamu agar tidak datang lagi."

"Tuan Hwang..."

"Saat hari kematian ayahku, kau tahu apa yang kami lakukan?" tanya Hwang Jung, menangis. "Untuk pertama kalinya, ia membeli... ia membeli semangkuk sup. Lebih dari 10 tahun, dia mengantar daging ke kedai itu, tapi hanya bisa mencium aromanya. Dia ingin makan sup itu. Keinginan macam apa itu?"

Seok Ran diam, menatap Hwang Jung dengan mata berkaca-kaca.

"Setelah itu.. seseorang mengatakan bahwa ia adalah tukang jagal yang berpura-pura menjadi bangsawan. Dan di kedai itu... di tanah kedai yang kotor..."

"Cukup." ujar Seok Ran. "Cukup, Tuan Hwang."

"Tidak.. aku... aku ingin menyelesaikannya...Tolong dengarkan aku sampai selesai." Hwang Jung menangis. Ia menarik dan menggenggam kedua tangan Seok Ran. "Ayahku.. ditanah yang kotor... Mereka berkata bahwa ia adalah tukang jagal yang berpura-pura menjadi bangsawan!" Hwang Jung berteriak di depan Seok Ran.

Seok Ran menjadi takut.

"Mereka memukulinya seperti anjing!" teriak Hwang Jung. "Mereka memukulinya sampai mati!"

Seok Ran meneteskan air mata.

"Nona... Jika kau tetap berada disisiku, maka kau akan berada dalam bahaya." kata Hwang Jung. "Ayahku benar. Semuanya mustahil... Mustahil untuk kita. Itulah keinginan terakhirnya... Keinginan terakhirnya agar aku menjauhimu."

Hwang Jung melepas tangan Seok Ran. "Pergilah."

"Tidak.. aku tidak mau.."

"Pergi!" bentak Hwang Jung. "Pergilah. Aku ingin menjaga ayahku."

"Kalau begitu, kita akan bicara lagi nanti." ujar Seok Ran, berjalan keluar. Ia menangis melihat kursi roda Ma Dang Gae.

Selama beberapa hari, hujan terus-menerus turun tanpa berhenti. Gwak dan Mong Chong berdiri di depan gerbang Jejoongwon.

Mong Chong mengatakan bahwa ia selalu mendengar Dr. Heron merintih ke kesakitan setiap malam dari kamarnya. Dr. Heron bekerja terlalu keras demi pasien-pasiennya. Gwak juga mendengar Hwang Jung menderita dari kamarnya.

Di dalam, Do Yang menjelaskan pada murid-murid mengenai disentri dan menjelaskan bagaimana cara mencegah penyakit tersebut dengan menyaring sistem pengairan.

"Saat ujian, ada seorang pasien yang kau diagnosis menderita keracunan makanan." kata Dr. Heron saat ia dan Do Yang memeriksa kondisi pasien.

"Ya, gejalanya menunjukkan keracunan makanan." kata Do Yang.

"Tidak, dia terkena disentri." kata Dr. Heron. "Satu-satunya murid yang benar adalah Tuan Hwang. Kau bertanya mengenai gejala-gejala yang dialaminya. Tapi Tuan Hwang juga menanyakan mengenai keluarga dan tetangga pasien. Karena itulah ia bisa menentukan bahwa pasien terkena disentri. Perbedaan antara kau dan Tuan Hwang adalah dalam segi kerincian. Kalian berdua memiliki kemampuan yang luar biasa, tapi perbedaannya ada pada kepribadian dan kemanusiaan, membuat yang satu menempati posisi puncak dan yang lainnya menempati posisi keempat."

Do Yang berpikir, kemudian tersenyum. "Aku mengerti."

"Jangan merasa tersinggung. Aku mengatakan ini padamu dengan harapan kau menjadi lebih baik di masa depan."

"Aku tahu."

"Bagus." kata Dr. Heron. "Tuan Hwang akan kembali hari ini. Ayo." Dr. Heron batuk, kelihatan sedang tidak sehat.

Hwang Jung tiba di Jejoongwon dan akan melakukan tugasnya seperti biasa.

"Kita tidak punya waktu untuk beristirahat karena banyak sekali pasien disentri."

"Tapi kau harus beristirahat, Direktur." kata Do Yang. "Kau sudah tidak tidur selama 3 hari."

"Kau juga menerjemahkan buku medis." tambah Seok Ran.

"Menerjemahkan buku medis?" tanya Hwang Jung.

"Direktur ingin kelas selanjutnya bisa mempelajari kedokteran dengan bahasa Korea." jawab Seok Ran kaku.

"Ayo kita mulai bekerja." kata Dr. Heron, bangkit berdiri, namun tiba-tiba berjatuh dan pingsan.

Dr. Heron sadar. Do Yang menjaganya.

"Mana yang lainnya?" tanya Dr. Heron.

"Tuan Hwang sedang memeriksa pasien." jawab Do Yang. "Seok Ran dan Dr. Horton sedang ada di klinik."

Dr. Heron bangkit. "Aku harus bekerja." katanya.

Do Yang melarangnya. "Direktur, kau terkena disentri. Sistem kekabalanmu lemah karena kelelahan dan kau terkena disentri."

Dr. Heron mengangguk. "Kalau begitu, aku akan ke kamar pasien umum."

"Kamar pasien penuh dan kau akan membuat pasien lain gugup." larang Do Yang.

"Kamar ini digunakan untuk pasien Jejoongwon. Tolong pindahkan aku ke kamarku."

Do Yang menarik napas.

Hwang Jung memeriksa seorang seorang pasien. Pasien itu berteriak kesakitan ketika Hwang Jung menyentuh bagian punggung bawah. "Apa kau ingin membunuhku?!" omelnya.

"Kurasa kau terkena kencing batu." kata Hwang Jung.

"Tuan Hwang, pasien buang air kecil." seru Nang Rang terkejut. "Tapi, itu darah!"

Pasien itu pingsan.

Hwang Jung menepuk-nepuk pasien untuk membangunkannya, tapi pasien tersebut tidak bergerak. "Dia pingsan." katanya. "Kita harus melapor pada Direktur."

Walaupun Hwang Jung dan Do Yang mencoba melarang, namun Dr. Heron bersikeras melakukan operasi pada pasien kencing batu tersebut. Do Yang dan Hwang Jung mendampinginya.

Dr. Heron memegang pisau dengan tangan gemetar. "Kita harus membedah perutnya dengan cepat." katanya. Ia merasa pusing, namun berusaha bertahan. "dan memindahkan..."

Dr. Heron hendak membedah perut pasien, namun tiba-tiba kehilangan keseimbangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar