Kamis, 02 September 2010

Jejoongwon (Episode 18)

"Mulai saat ini, aku bukan lagi seorang bangsawan." kata Do Yang.

Do Yang, Kyu Hyun dan Chung Hwan di sebuah ruangan di Jejoongwon.

"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Chung Hwan. "Aku malu karena pernah menjadi gurumu."

Kyu Hyun memegangi rambut Do Yang sudah terpotong. "Apakah ini tidak bisa disambung lagi?"

"Paman." ujar Do Yang. "Hal yang sudah terjadi tidak bisa diulang lagi. Lagipula aku tidak menyesal atas apa yang telah kulakukan. Aku akan menjadi pemenang dalam modernisasi ini. Kurasa itu sudah menjadi alasan yang cukup untuk melepas status kebangsawananku dan meninggalkan keluargaku. Tapi, kebanggaan atas keturunan bangsawanku masih menjadi bagian diriku."

"Kau tetap keturunan bangsawan! Kenyataan itu tidak akan bisa diubah!" kata Kyu Hyun kesal.

"Aku sudah melanggar aturan." kata Do Yang. "Dengan melakukan kesalahan itu, hukuman yang kudapatkan adalah kehilangan gelar yang pernah ada pada diriku. Mulai saat ini, kalian harus memperlakukan aku seperti murid-murid yang lainnya."

Do Yang keluar dari ruangan.

Di luar, seorang pria datang dan menitipkan sebuah foto padanya.

"Aku diminta untuk mengantarkan ini untuk seseorang bernama Tuan Hwang Jung." kata pria itu.

Do Yang melihat foto tersebut. Itu adalah foto Ma Dang Gae, ayah Hwang Jung. "Siapa yang mengirim ini?" tanya Do Yang. Tapi pria itu sudah tidak ada.

Di tempat lain, Seok Ran mengajari Hwang Jung mengendarai sepeda.

"Hanya ada satu cara untuk mengendarai sepeda." kata Seok Ran mengajarkan. "Ketika kau akan jatuh ke satu arah, kau harus berbalik ke arah berlawanan."

"Aku mengerti." kata Hwang Jung percaya diri. Ia menaiki sepeda itu dan mencoba berjalan, namun terjatuh. Ia terjatuh lagi dan lagi. Seok Ran tertawa melihatnya. Namun lama kelamaan Hwang Jung mulai terbiasa.

Ketika ia sedang asyik mengendarai sepeda, tiba-tiba ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Seok Ran bergegas berlari dan menolongnya.

"Kuharap aku tidak merusak sepeda itu. Biar kulihat." Hwang Jung berkata seraya memeriksa sepeda. "Rantai besinya lepas."

"Benar." ujar Seok Ran.

Hwang Jung memasang rantai sepeda. "Sudah betul lagi." ujarnya lega.

"Syukurlah." Seok Ran tertawa.

Keesokkan harinya di Jejoongwon, Do Yang mengatur potongan rambut barunya.Ia melihat foto Ma Dang Gae, kemudian memasukkannya ke dalam amplop.

Do Yang keluar dari kamarnya dan membawa sebuah meja dan kursi.

"Tuan Baek!" panggil Nang Rang dan Miryung, bergegas mendekatinya.

"Tuan Baek!" seru Mong Chong. "Kenapa kau melakukan itu? Biar aku saja yang melakukannya."

"Jangan lakukan ini." kata Nang Rang melarang.

Do Yang tersenyum. "Ayo kita lakukan bersama." katanya ramah (tumben nih!).

"Baik, baik." ujar Mong Chong setuju.

"Mong Chong, ini terlalu pagi untuk bekerja." kata Do Yang. "Aku akan meminta koki menyiapkan makanan bergizi untukmu. Kau beristirahat saja sekarang."

Mong Chong bingung.

"Perawat Miryung." Do Yang berpaling pada Miryung. "Kau bantu aku membawa meja ini. Nang Rang, kau membawa kursi dan ikuti aku." kata Do Yang.

"Baik." jawab Nang Rang.

"Tuan Baek, kau kelihatan tampan dengan potongan rambut itu." kata Miryung.

"Ya, rambut itu pantas untukmu." ujar Nang Rang setuju.

"Terima kasih." kata Do Yang tersenyum.

"Dia sangat berbeda." gumam Mong Chong heran.

Di luar gerbang Jejoongwon, Gwak sedang menyapu. Mendadak seorang wanita datang sambil menggendong anaknya.

"Anakku kejang-kejang." kata seorang wanita. "Tolong biarkan aku bertemu dokter!"

"Aku sudah bilang kami belum buka." kata Gwak menolak.

Saat itu, Do Yang, Miryung dan Nang Rang membawa kursi ke luar.

"Biar kuperiksa." kata Do Yang menawarkan. "Demamnya tinggi. Kapan dia..." Do Yang mencoba tersenyum dan berkata ramah. "Sejak kapan anak Nyonya mengalami demam?"

Gwak melirik Do Yang heran.

"Sekitar 30 menit yang lalu, dia mulai menggigil dan kemudian kejang-kejang." jawab si ibu. "Beberapa saat kemudian, ia sembuh, tapi gejala yang sama terulang lagi."

Do Yang berpikir. "Lee Gwak, pergi dan panggil Direktur. Ia pasti sudah bangun sekarang." pinta Do Yang pada Gwak.

"Ya, Tuan."

Do Yang menggendong anak yang sakit. Beberapa saat kemudian, anak tersebut muntah di baju Do Yang.

"Tidak! Baju Tuan Do Yang..." Miryung panik dan berusaha membersihkan muntahan si anak.

Do Yang mengernyit jengkel, namun menahannya.

"Maafkan aku." kata ibu.

Do Yang tersenyum. "Tidak apa-apa." ujarnya ramah.

Dr. Heron memeriksa si anak. "Sepertinya gangguan pencernaanlah yang menyebabkan ia terkena kejang-kejang." kata Dr. Heron menjelaskan.

"Benar." jawab ibu. "Tapi ia sarapan bersama ayahnya dan aku baru sadar kalau dia tidak mengunyah dengan benar."

"Jangan cemas." kata Do Yang menenangkan. "Jika tangan dan kakinya dijaga tetap hangat, maka demamnya akan menurun dan ia akan segara sembuh."

Do Yang menyentuh kaki si anak. "Kakinya dingin sekali." gumam Do Yang. Ia mengusap-usap kaki si anak agar hangat.

Dr. Heron melihatnya heran.

Keheranan orang-orang tidak berakhir sampai di situ. Saat Do Yang keluar dari ruang pemeriksaan, ia memanggil Hwang Jung.

Hwang Jung menoleh. "Rambutmu... Kau memotongnya."

Do Yang tersenyum. "Ya, kadang-kadang kau harus memotong sesuatu untuk memenuhi isinya." jawab Do Yang. Ia mengeluarkan sebuah amplop dari sakunya. "Seseorang datang tadi malam dan menitipkan ini untukmu."

"Terima kasih." kata Hwang Jung, menerima amplop tersebut.

Belum sempat ia membukanya, Jang Geun menariknya ke kelas. "Kelas sudah terlambat. Ayo cepat pergi!"

"Aku telah memilih Baek Do Yang sebagai asistenku." kata Dr. Heron pada murid-murid di kelas. Tidak ada yang bertepuk tangan, kecuali Je Wook.

"Jika aku memotong rambutku, apakah aku bisa menjadi asisten juga?" kata seorang murid berkomentar.

"Pasti begitu!" kata yang lain menanggapi. "Aku juga akan memotong rambutku!"

Do Yang tersenyum.

"Tuan Baek mendapatkan nilai yang tinggi pada laporan penilaian Dr. Allen." kata Dr. Heron menjelaskan. "Dan saat operasi, ia sudah menunjukkan kemampuannya. Ditambah lagi, pengetahuannya mengenai pengobatan lebih baik dibandingkan dengan semua murid di sini. Aku berharap tidak akan ada kesalahpahaman."

Hwang Jung hanya diam, tidak berkomentar apapun.

"Minggu ini adalah minggu terakhir pendidikan kalian." Dr. Heron melanjutkan. "Minggu depan, pengetahuan kalian akan diuji. Hanya murid-murid yang lolos ujian saja yang diperbolehkan melanjutkan pendidikan."

"Tunggu!" Je Wook mengangkat tangannya. "Kupikir hanya 4 orang murid yang akan gagal. Karena Kim Don sudah pergi, maka artinya hanya akan ada 3 murid yang gagal."

"Kegagalan seseorang tidak berdasarkan standar tersebut." jawab Dr. Heron. "Kalian akan diberi ujian mengenai pemeriksaan medis, anatomi dan catatan studi. Diantara ketiga hal tersebut, pemeriksaan medis adalah aspek yang paling penting bagi seorang dokter. Jika pada ujian tesebut kalian mengerjakan dengan benar, maka 60% diagnosis akan selesai. Ini adalah ujian pertama kalian. Kalian akan memeriksa 50 pasien, memeriksa mereka dan melaporkan dalam catatan kalian."

Murid-murid mengeluh.

Dr. Heron membagikan stetoskop pada masing-masing murid. Tapi tidak cukup untuk semua murid.

Do Yang dan Hwang Jung mengangkat tangan bersamaan. "Kami sudah punya." kata mereka.

"Stetoskop milikmu diberikan oleh Nona Seok Ran, kan?" bisik Jang Geun.

Beberapa saat kemudian, Seok Ran dan ayahnya tiba.

"Kami membawakan kebutuhan medis." kata Tuan Yoo.

Seok Ran tersenyum pada Hwang Jung, kemudian berpaling melihat Do Yang. Do Yang tersenyum padanya. Seok Ran dan Tuan Yoo terkejut melihat potongan rambut Do Yang yang baru.

Do Yang memeriksa kebutuhan medis yang diantarkan oleh Tuan Yoo.

"Sepertinya jumlahnya tidak akan cukup." kata Do Yang.

"Itu karena kami dirampok oleh saat menuju kota." jawab Tuan Yoo.

"Bandit?" tanya Do Yang cemas. "Apakah kau terluka?"

"Tidak, sekarang aku sudah tidak lagi melakukan perjalanan dagang." jawab Tuan Yoo. "Sekarang ini, bandit sudah memiliki senjata. Sungguh sangat berbahaya."

Do Yang melihat sebuah kotak di lantai. "Apa itu?" tanyanya seraya memeriksa. "Ini sulfur."

"Dr. Allen memesan sulfur ini untuk merawat pasien yang mengalami gangguan kulit." kata Tuan Yoo. "Tapi Dr. Allen mengatakan padaku bahwa ia tidak membutuhkannya karena metode yang ia gunakan berbeda."

"Kalau begitu, tinggalkan saja sulfur ini di apotek." kata Seok Ran menyarankan.

"Ya, itu ide yang bagus." kata Do Yang. "Aku asisten disini, jadi aku yang mengurus segalanya. Jangan khawatir."

"Tidak." tolak Tuan Yoo. "Sebelumnya pernah ada ledakan disini. Kurasa akan lebih baik jika aku menyimpannya di rumahku."

Di tempat lain, Hwang Jung membuka amplop pemberian Do Yang.

"Mungkin Dr. Allen yang mengirimnya." kata Gwak menenangkan. "Ia memiliki kamera."

"Dr. Allen tidak tahu mengenai ayahku." kata Hwang Jung.

"Bersikaplah biasa." kata Gwak. "Kita akan mencari tahu siapa yang mengirimnya."

Di Kedutaan Jepang, Watanabe tertawa memikirkan bahwa saat ini Hwang Jung pasti sedang bingung karena foto yang dikirimnya.

Duta besar Jepang mengusulkan sesuatu untuk menghancurkan Jejoongwon, yaitu dengan melenyapkan Tuan Yoo, orang yang mensupply obat-obatan untuk Jejoongwon. Jika tidak ada obat-obatan, maka Jejoongwon tidak akan bisa mengobati pasien lagi.

Raja mendapat laporan bahwa para bandit telah memiliki senjata.

"Bagaimana mereka bisa mendapatkan senjata-senjata itu?" tanya Raja.

"Mereka mendapatkan senjata tersebut dari penyelundup." jawab pejabat.

"Kau bilang penyelundup?" tanya Raja.

"Benar, Yang Mulia. Ada desas-desus yang mengatakan bahwa seorang pejabat penerjemah menjadi penyelundup."

"Penerjemah?!"

Murid-murid di Jejoongwon pergi ke kota untuk mencari 50 pasien. Hari itu Hwang Jung lebih banyak diam dan melamun.

"Kemana kau akan pergi?" tanya Do Yang ramah pada Hwang Jung.

"Aku akan pergi ke pasar." jawab Hwang Jung, sedikit terkejut. "Kemana kau akan pergi, Tuan Baek?"

"Aku akan pergi ke tempat sekolah bangsawan." jawab Do Yang.

"Apa kau gila?!" seru Je Wook. "Mereka akan menghabisimu!"

"Jangan khawatir." kata Mong Chong. "Aku akan menjadi pengawal kalian."

"Semoga berhasil, Tuan Hwang." kata Do Yang.

Mong Chong berubah sangat baik pada Do Yang karena merasa bahwa Do Yang-lah yang telah menyelamatkannya dari radang usus buntu. Do Yang, Je Wook dan Mong Chong pergi bersama.

Seok Ran berjalan keluar. "Kau pasti akan pergi untuk pemeriksaan medis, bukan?" tanya Seok Ran pada Hwang Jung, yang saat itu sedang melamun.

Hwang Jung terkejut dan menoleh. "Ya." jawabnya.

Seok Ran dan Dr. Horton akan mengadakan kunjungan rumah.

Akhirnya, Seok Ran dan rombongan Dr. Horton pergi bersama Hwang Jung, Jang Geun dan Gwak.

"Apakah lututmu baik-baik saja?" tanya Seok Ran.

"Lutut? Lututku baik-baik saja." jawab Hwang Jung. "Aku sekarang sudah bisa mengendarai sepeda kapanpn. Hari ini, aku akan menggunakan stetoskop pemberianmu."

Seok Ran tertawa. "Kuharap stetoskop itu bisa membantu memeriksa pasienmu dengan baik."

"Tunggu!" Dr. Horton berseru, mengintip lewat jendela tandu. "Seok Ran, kau harus berjanji untuk memberiku stetoskop dan mengajariku mengendari sepeda." katanya.

Seok Ran dan Hwang Jung bertukar pandang.

"Bukankah kalian tahu kalau dinding juga punya telinga?" tanya Dr. Horton meledek. "Aku menguping karena merasa bosan. Tapi sekarang aku tidak akan menguping lagi, mengobrollah dengan bebas."

Do Yang tiba di sekolah para bangsawan. Di sana, murid-murid mengusirnya dan menyiramnya dengan urin. Untung Mong Chong melindungi Do Yang.

"Itu hal yang pantas diterima oleh orang yang sudah mempermalukan sekolah!" kata seorang murid. Murid tersebut bicara dengan batuk-batuk. Sepertinya ia sedang sakit.

"Kenapa kalian melakukan ini?!" teriak Mong Chong marah.

Do Yang tersenyum. "Tidak apa-apa." katanya, menyuruh Mong Chong mundur. "Bau urin ini menyengat. Apakah ini urinmu?"

"Benar!" jawab seorang murid.

"Baunya sangat menyengat. Apakah kau memiliki gangguan pencernaan dan sakit perut?" tanya Do Yang. "Juga sulit buang air kecil?"

Murid itu bingung. "Darimana kau tahu?"

"Kau terkena radang ginjal." kata Do Yang. "Jika tidak diobati, kau akan mati."

"Kau bohong!" seru murid itu ketakutan.

Do Yang berpaling pada murid yang batuk-batuk. "Dan batukmu sangat parah. Berat badanmu pasti turun dan wajahmu pucat. Kau pasti tidak memiliki nafsu makan dan sulit buang air kecil."

"Apa yang ingin kau katakan?"

"Batukmu mungkin menular." kata Do Yang menjelaskan.

Murid-murid yang lain berjalan menjauh.

"Baek Do Yang, kenapa kau menyebabkan kami panik dengan kata-katamu?" tanya murid itu. "Segera tinggalkan tempat ini!"

"Batukmu pasti mengeluarkan darah, bukan?" tanya Do Yang. "Aku akan mengatakan satu hal sebelum pergi, kau akan mati jika tidak segera diobati. Sampai jumpa."

"Tunggu!" panggil murid itu.

Akhirnya Do Yang dan Je Wook diperbolehkan memeriksa murid-murid di sekolah bangsawan.

Pertama kali, Do Yang memeriksa murid yang batuk-batuk. "Kau terkena radang selaput paru-paru." kata Do Yang. "Kau harus datang ke Jejoongwon untuk pengobatan. Selanjutnya!"

"Bagaimana kau menyembuhkan aku?" tanya murid itu, namun Mong Chong menariknya.

Do Yang benar-benar dingin ketika sedang memeriksa pasien.

Di tempat lain, di pemukiman miskin, Hwang Jung dan Jang Geun mengadakan pemeriksaan. Berbeda dengan Do Yang dan Je Wook, Hwang Jung dan Jang Geun memeriksa pasien dengan ramah. Hwang Jung bahkan memberikan uang untuk membeli makanan pada seorang anak yang sakit karena kurang makan.

"Aku bertanya, kau sakit apa?!" teriak Jang Geun.

"Aku tidak bisa mendengarmu." kata seorang kakek yang sedang diperiksa oleh Jang Geun. Rupanya kakek tersebut tuli.

"Kau sakit apa?!" teriak Jang Geun semakin keras.

"Oh, namaku Dol Swae." jawab si kakek.

Jang Geun putus asa.

"Tuan Go, biar aku yang mencoba." kata Hwang Jung menawarkan.

Hwang Jung memasangkan stetoskop di telinga si kakek dan bicara. "Kakek, apakah kau mendengar suaraku?"

"Ya, aku mendengarmu dengan jelas." jawab kakek.

"Kakek merasakan sakit disebelah mana?" tanya Hwang Jung.

"Dadaku terasa sesak." jawab kakek.

Jang Geun tertawa, kagum melihat kecerdikan Hwang Jung.

Dr. Horton dan Seok Ran memeriksa Ratu. Ratu senang melihat Seok Ran sudah sembuh.

"Aku lega melihat kau mesih hidup." kata Ratu pada Seok Ran.

"Semua ini berkat mantel Yang Mulia yang membuatku hangat." kata Seok Ran, tersenyum.

"Tidak." kata Ratu. "Yang membuatmu bertahan hidup adalah murid yang meniupkan udara kehidupan padamu dan memberimu darah."

"Yang Mulia benar." ujar Dr. Horton setuju.

"Kelihatannya, kalian berdua memang sudah ditakdirkan agar saling berhubungan." kata Ratu.

"Aku juga berpendapat sama, Yang Mulia." Dr. Horton berkata lagi.

Seok Ran menunduk malu. "Kau membuatku malu, Yang Mulia."

Jang Geun sudah melakukan pemeriksaan pada 50 orang pasien. "Aku sudah selesai!" serunya senang. "Sudah berapa pasien yang kau periksa?"

"Aku sudah memeriksa sekitar 10 orang." jawab Hwang Jung.

"Kau tidak akan bisa mendapatkan 50 orang jika memeriksa seperti itu." kata Jang Geun. "Pasienmu akan mati karena tidak sabar sebelum mereka sempat mati karena sakit! Kau seharusnya memikirkan mereka yang sedang mengantri dan jangan menanyakan banyak pertanyaan!"

Hwang Jung tertawa. "Ya, aku tahu." katanya. "Tapi aku tidak ingin melewatkan apapun."

"Ada pengunjung!" teriak Gwak.

Seok Ran memimpin tandu Dr. Horton. Wajah Seok Ran tersenyum cerah begitu melihat Hwang Jung.

Jang Geun melirik mereka berdua dan tertawa. "Aku kelaparan!" serunya. "Lee Gwak, ayo kita beli semangkuk sup! Dr. Horton juga suka Kimchi!"

"Ya, aku akan memberitahu dia!" seru Gwak senang, tidak mengerti maksud Jang Geun.

Jang Geun berpaling pada Hwang Jung. "Tuan Hwang, aku akan pergi makan. Kau harus tetap berusaha keras disini!"

Dr. Horton, Jang Geun dan Gwak makan bersama sementara Seok Ran menemani Hwang Jung memeriksa pasien.

Hwang Jung baru selesai memeriksa 25 orang. Masih ada setengah lagi.

Tiba-tiba mantan perawat Jejoongwon yang bernama Shilhwa datang berlari-lari.

"Aku takut kalian sudah kembali, jadi aku berlari-lari kemari!" katanya terengah-engah. "Apa sekarang kalian selalu pergi bersama-sama?"

Hwang Jung dan Seok Ran hanya tersenyum.

"Aku kemari untuk meminta kalian mengobati seseorang." kata Shilhwa.

"Siapa? Apakah ia sakit?" tanya Seok Ran.

"Dia sakit jika kau bilang sakit dan tidak sakit jika kau bilang tidak sakit." jawab Shilhwa.

"Apa maksudnya?" tanya Hwang Jung bingung. "Siapa yang sakit?"

"Kami memiliki seorang gadis penghibur yang sangat berbakat.." kata Shilhwa. "Ia sangat berbakat dalam menyanyi dan menari. Tapi dia dijual pada Pejabat Cing. Nyonya besar-lah yang memutuskan untuk menjualnya. Tolong bantulah dia."

"Bagaimana kami bisa membantunya?" tanya Hwang Jung.

"Katakan pada mereka bahwa ia memiliki penyakit yang sangat parah."

"Aku tidak bisa melakukannya!" seru Hwang Jung.

"Apa kita tidak bisa membantunya?" tanya Seok Ran. "Aku kasihan padanya."

Hwang Jung diam, berpikir.

Hwang Jung dan Seok Ran pergi ke rumah bordir. Di sana, Hwang Jung memeriksa gadis penghibur yang dimaksud Shilhwa.

Hwang Jung ragu. Ia kemudian mendekati pejabat Cing dan membisikkan sesuatu padanya. "Ia terkena penyakit raja singa." bisik Hwang Jung.

"Apa?" tanya pejabat Cing. "Bukankah itu penyakit menular?"

"Ya, dan karena penyakit tersebut tidak ada obatnya, maka dia akan segera mati." kata Hwang Jung. "Juga semua orang yang ada disini."

"Aku ragu ia bisa bertahan sampai Cing." kata Seok Ran.

Pejabat itu pergi sambil marah-marah karena merasa ditipu oleh Nyonya Besar.

Malamnya, Dr. Heron memeriksa laporan pemeriksaan medis yang dikerjakan murid-murid.

"Tuan Baek, kau memeriksa pasien dengan jumlah yang paling banyak." kata Dr. Heron mengomentari. "Lebih dari 100."

Do Yang tersenyum bangga. Murid-murid berdecak kagum.

"Apakah kau menfokuskan pada pelajar?" tanya Dr. Heron.

"Ya, kami pergi ke sekolah bangsawan." jawab Je Wook.

"Disana banyak sekali yang terkena gangguan pencernaan." kata Dr. Heron seraya membolak-balik laporan Do Yang. "Sakit kepala, insomnia, sembelit dan wasir. Semua itu adalah gejala-gejala yang sering dialami pelajar."

"Ya, benar." kata Do Yang.

Dr. Heron mengambil laporan pemeriksaan Hwang Jung, yang sepertinya paling sedikit, namun ditulis dengan sangat terperinci. "Tuan Hwang, kau tidak memenuhi jumlah yang kutetapkan."

"Maafkan aku." kata Hwang Jung. "Tolong izinkan aku memeriksa pasien sampai besok. Aku akan berusaha menyelesaikannya."

"Kemampuan dan keinginan adalah dua hal yang berbeda." kata Dr. Horton. "Karena kau tidak memenuhi jumlah yang kutetapkan, maka kemungkinan kau akan gagal. Itulah aturanku."

Gwak menarik Hwang Jung ketika Hwang Jung keluar dari ruang kelas.

"Aku menyuruhmu untuk bersikap biasa, bukan pergi berkencan." omel Gwak.

"Berkencan?" ulang Hwang Jung lemas.

"Sejauh apa hubunganmu dengan Nona Seok Ran?" tanya Gwak.

"Kami hanya pergi ke rumah bordir untuk memeriksa pasien." jawab Hwang Jung.

"Kau mengerti apa maksudku!" seru Gwak kesal. "Tunggu dulu! Kau menciumnya saat di istana. Jika kau melakukan lebih jauh dari itu..."

"Apa maksudmu?" tanya Hwang Jung kesal.

"Aku sudah meramalkan kalian berdua tiga kali! Takdir kalian tidak akan pernah bisa bersatu!" seru Gwak.

"Ramalanmu tidak pernah benar."

"Karena itu aku meramal tiga kali!" seru Gwak. "Kau dibutakan oleh cinta. Apa yang akan kau lakukan jika ia tahu bahwa kau adalah seorang tukang jagal?"

"Dia sudah tahu."

"Bagus sekali..." Gwak berkata tapi tiba-tiba berhenti. "Dia tahu?!"

"Ya. Dia sudah tahu segalanya tentang aku."

Gwak tertawa pahit. "Kalau begitu, Nona Seok Ran pasti sudah gila! Aku ingin bertanya satu hal. Apakah kau berencana untuk menikahinya?"

"Katakan untuk apa kau mencariku." kata Hwang Jung tanpa menjawab pertanyaan Gwak.

Gwak berkata bahwa ia akan mencari tahu mengenai foto Ma Dang Gae dengan bertanya langsung pada Ma Dang Gae.

Di desa tukang jagal, Ma Dang Gae menggunakan tempat obat oles sebagai gelas minumnya. Kakinya juga bertambah bengkak dan parah. Ia enggan pergi ke Jejoongwon karena yakin bahwa orang-orang disana hanya akan memukul dan mengusirnya.

Dengan bukti sulfur yang disimpan oleh Tuan Yoo, polisi menangkapnya dengan tuduhan penyelundupan

"Kau menyalahgunakan posisimu sebagai penerjemah dengan menjadi penyelundup." kata polisi. "Kau ditangkap dengan tuduhan menjual senjata pada para bandit untuk melindungi perdagangan ilegalmu."

"Itu konyol!" seru Tuan Yoo.

"Tidak mungkin!" seru Seok Ran panik.

"Suamiku tidak mungkin melakukan hal seperti itu." kata Nyonya Yoo. "Kalian semua salah!"

"Beraninya kalian menyangkal setelah semua bukti yang kami dapat!" kata polisi. "Sulfur ini digunakan untuk bubuk mesiu. Sulfur bukan hanya menjadi bahan ilegal di Korea, tapi juga di Cing dan Jepang!"

"Sulfur itu digunakan untuk mengobati pasien yang terkena penyakit kulit!" Seok Ran berusaha menjelaskan.

"Kau pikir aku akan percaya?!" seru polisi. "Bawa dia!"

Seok Ran mengejar ayahnya. "Ayah! Ayah!"

"Seok Ran, jangan khawatir. Jika terbukti tidak bersalah, maka aku akan segera dibebaskan." kata Tuan Yoo menenangkan.

Seok Ran pergi ke Jejoongwon. Mereka memikirkan cara untuk menyelamatkan Tuan Yoo.

Do Yang menyarankan agar mereka mengirim pesan pada Dr. Allen agar Dr. Allen menyatakan bahwa sulfur tersebut memang dipesan olehnya.

Do Yang juga meminta bantuan Kyu Hyun dan Chung Hwan untuk mencari tahu siapa dalang dari semua tuduhan tersebut.

Para polisi menyiksa Tuan Yoo habis-habisan dan memaksa Tuan Yoo mengaku. Namun Tuan Yoo tetap bersikeras bahwa sulfur tersebut dipergunakan untuk keperluan medis.

Usaha penyelamatan Tuan Yoo harus dilakukan sebelum besok karena ia akan dikirimkan ke pengadilan. Jika sudah sampai pengadilan, maka Tuan Yoo tidak akan mungkin bisa selamat.

Hwang Jung duduk termenung di dalam kelas, memikirkan cara untuk menyelamatkan Tuan Yoo. Tiba-tiba Nang Rang datang dan meminta tolong pada Hwang Jung agar menuliskan jurnal perawat untuknya karena Nang Rang tidak bisa membaca dan menulis.

"Aku akan mengajarimu." kata Hwang Jung. "Mulai kapan kita akan belajar? Kau harus menulis jurnal pada hari yang sama agar kau bisa tahu dengan pasti hal yang sedang terjadi hari itu." Ia terdiam. Jurnal. Itu dia!

Hwang Jung berlari menuju kamarnya untuk mencari jurnal Dr. Allen. Begitu berhasil menemukan jurnal tersebut, ia menemui Seok Ran di rumahnya.

"Sekitar tiga bulan yang lalu, Dr. Allen menemui seorang pasien dengan penyakit kulit." kata Hwang Jung menunjukkan jurnal tersebut. "Dan ia menuliskan bahwa ia membutuhkan sulfur. Kita harus pergi ke rumah pasien itu dan membawanya ke kantor polisi sebagai saksi. Kita bisa pergi besok pagi."

"Tidak. Kita harus pergi hari ini." kata Seok Ran.

Hwang Jung dan Seok Ran mengendarai sepeda dan pergi ke rumah pasien tersebut.

Mereka mengendarai sepeda melewai hutan.

"5 li lagi dari sini." kata Hwang Jung.

Tiba-tiba, beberapa orang menghadang jalan mereka.

"Siapa kalian?" tanya Hwang Jung.

"Siapa lagi? Kami adalah bandit." kata salah seorang dari mereka. "Melihat sepeda itu, aku yakin kalian pasti memiliki uang."

"Kami harus melakukan sesuatu yang mendesak. Hidup seseorang sedang dipertaruhkan. Tolong biarkan kami lewat." kata Seok Ran.

"Minggir!" seru Hwang Jung.

"Kau harus membayar biaya lewat terlebih dahulu." kata bandit.

"Kami akan memberimu sepeda ini." kata Seok Ran. "Biarkan kami lewat."

"Sepeda itu sudah menjadi milik kami. Kau harus membayar biaya tambahan." kata si bandit, memandang ke arah Seok Ran. "Gadis itu sangat cantik. Kami pasti bisa mendapatkan uang yang sangat banyak darinya."

"Minggir!" teriak Hwang Jung, melindungi Seok Ran. Ia melempar sepeda ke arah para bandit dan menggandeng Seok Ran melarikan diri.

Seorang bandit menembakkan pistol ke arah mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar