Kamis, 15 Juli 2010

Boku No Hatsukoi Kimi Ni Sasagu (Part 3)


Sinopsis Boku no Hatsukoi Kimi ni Sasagu
(I Give My First Love to You)
Part 3


Akhirnya Kou setuju berlomba lari melawan Takuma.

"Kalian berdua siap?" tanya seorang murid yang bertindak sebagai juri. "Lari lurus menuju garis finish."

Kou dan Takuma memasang kuda-kuda start.

"Bersedia! Siap! Go!" seru juri.

Kou dan Takuma mulai berlari. Takuma kalah jauh dibandingkan Kou.

"Demi gadis yang kucintai, Mayu, aku tidak akan mati." pikir Takuma dalam hatinya.

Takuma berlari sekuat tenaga mengejar hingga akhirnya bisa menyalip Kou.

Takuma menang.

"Kita sudah sepakat." kata Takuma, terengah-engah. "Menjauh dari Mayu." Ia terjatuh dan berbaring di tanah. "Ah, sudah lama aku tidak lari. Rasanya menyenangkan. Sangat menyenangkan!"

Mayu duduk di kamarnya. Mendadak, terdengar bunyi kerikil beradu dengan kaca jendela.

Mayu membuka tirai dan jendela. Rupanya Takuma yang melempar kerikil ke kaca jendela kamar Mayu.

"Takuma, apa yang kau lakukan?" tanya Mayu.

"Yo!" sapa Takuma.

"Bukan 'Yo'." protes Mayu. "Ini asrama putri."

"Selamat malam, Yuiko." sapa Takuma.

"Selamat malam."

"Mayu!" panggil Takuma. "Bulan sangat indah. Ayo berkencan."

"Hah?"

"Ayo!"

"Bukankah kita sudah putus?" tanya Mayu.

"Benarkah?" Takuma bertanya balik. "Kapan itu? Aku tidak ingat."

"Kenapa dia? Apa dia mempermainkan aku?" gumam Mayu.

Mayu turun menemui Takuma. "Ini sudah terlalu malam untuk berkencan."

Takuma menggandeng Mayu dan mengajaknya ke klub memanah.

"Sebenarnya aku ingin sekali ikut klub memanah." kata Takuma. "Kurasa akan sangat menyenangkan bergabung dikegiatan apapun bersamamu. Ditambah lagi, seragam memanah menunjukkan sisi feminimmu."

"Karena itu? Dasar bodoh!" gumam Mayu.

Takuma mengambil salah satu busur dan mencobanya.

"Itu salah." protes Mayu. "Kau harus membuka dadamu."

"Seperti ini?" tanya Takuma, mencontohkan.

Mayu menggeleng dan mendekati Takuma untuk membantunya. "Pegang seperti ini." katanya.

"Mayu..." ujar Takuma pelan. "Apakah tidak apa-apa jika kita bercinta?"

"Apa?"

"Hadiah untukku karena menang." ujar Takuma.

"Apa yang kau menangkan?" tanya Mayu bingung.

"Hadiah karena aku masih hidup." kata Takuma.

Mayu menunduk.

"Aku ingin bercinta denganmu, Mayu." kata Takuma, menghadap Mayu. Ia memeluk Mayu dengan erat.

"Takuma, Hentikan! Kita tidak bisa." tolak Mayu, berusaha melepaskan diri dari Takuma. "Tidak disini."

"Tapi aku ingin." kata Takuma, mencium Mayu dengan paksa.

Karena Mayu terus menerus meronta, Takuma melepaskannya. Tapi begitu Takuma melepaskannya, Mayu malah mencium Takuma.

Ok, that's first night between those two, in archery club.

Keesokkan harinya, Takuma melompati pagar sekolah lagi.

"Kau mau kemana?" tanya Mayu.

"Makam Teru." jawab Takuma. "Dokter Taneda mengatakan padaku dimana tempatnya. Kau mau ikut?"

"Aku ikut." kata Mayu seraya melompati pagar tanaman.

"Kakinouchi." panggil Kou. Entah kenapa mendadak ia ada di samping mereka, ikut melompat pagar. "Sebenarnya, aku sudah punya pacar dari luar sekolah. Dia sangat seksi. Pasti sekolah akan gempar jika tahu aku sudah memiliki pacar yang luar biasa. Sekarang, aku ingin menemuinya." Kou diam sejenak. "Kalian tahu, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di sekolah."

Takuma dan Mayu menunduk diam.

"Apakah tidak apa-apa, kau menceritakan rahasia besarmu pada kami?" tanya Takuma, mengalihkan pembicaraan.

"Kau dan Tuan Putri adalah pengecualian." jawab Kou. "Aku masih menyukai Tuan Putri. Di luar itu... Kakinouchi, ayo kita berteman."

"Apa?"

"Ini pertama kalinya aku mengungkapkan perasaanku pada laki-laki." kata Kou, tertawa. "Aku akan menunggu jawabanmu dengan sabar."

Mayu dan Takuma mengunjungi makan Teru.

"Sejak masih kecil, aku sudah diberitahu bahwa aku akan mati." kata Takuma. "Mereka mengatakan padaku bahwa aku tidak akan hidup lebih dari umur 20."

Saat senja, Kou pergi dari tempat pacarnya. Pacarnya melambaikan tangan senang.

Kou berjalan sendirian.

Suara di pembatas jalan dan rel kereta api berbunyi, pertanda bahwa kereta akan segera lewat.

Kou terkejut dan bergegas berlari terburu-buru melewati rel.

Begitu lewat, Kou berhenti karena menghindari sepeda. Tanpa ia sadari, sebuah truk besar berjalan cepat dan menabrak Kou.

"Hari ini, ada seorang pemuda yang dibawa kemari karena kecelakaan." ujar Dr. Taneda pada Takuma dan kedua orang tuanya. "Ia memiliki kartu donor. Kami sudah menghubungi Asosiasi Donasi Organ. Mereka memutuskan bahwa jantungnya akan didonorkan pada Takuma. Tapi tentu saja, kami harus mendapat persetujuan dari keluarganya terlebih dulu. Kita sudah menunggu lama untuk ini, tapi akhirnya kita bisa memberi Takuma jantung pengganti."

Kedua orang tua Takuma menunduk berterima kasih.

"Takuma, operasi akan dilakukan lusa." ujar Dokter. "Kau harus cukup istirahat untuk mempersiapkan operasi. Jangan keluar dari ruangan ini."

Takuma tersenyum lega. "Dokter Taneda, setelah operasi, apakah aku boleh lari? Apakah aku boleh memakan makanan apapun yang kusuka? Aku bisa masuk ke universitas? Aku bisa menikah? Bisakah aku melakukan semua itu?"

"Tentu saja." jawab Dokter. "Mulai saat itu, kau bisa menjalani hidup yang kau suka."

Takuma menangis.

Mayu duduk sendirian di atap rumah sakit, menunggu Takuma. Tidak lama kemudian, ia turun dan tidak sengaja melihat teman-teman sekolahnya berjalan lewat sambil menangis.

"Ada apa?" tanya Mayu.

"Taneda, kau ada disini juga?" tanya salah seorang murid perempuan. "Apa kau belum dengar? Kou mengalami kecelakaan. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyadarkannya."

"Mereka bilang, otaknya sudah mati." tangis seorang murid.

Mayu terkejut.

Mayu bergegas menemui ayahnya.

"Ada apa, Mayu?" tanya Dokter Taneda.

"Orang yang mendonorkan jantungnya pada Takuma... bukan dia, kan?" tanya Mayu.

Dokter diam sejenak. "Kau tidak perlu memikirkan itu. Pergi dan temani Takuma."

Di sebuah kamar ICU rumah sakit, Kou tidak juga sadar dan dalam kondisi kritis.

"Kau mengikuti program donor?" ujar Kakek pada Kou, walaupun Kou mungkin tidak bisa mendengarnya. "Apa aku melakukan ini untuk mewujudkan mimpi ayahmu karena ia mati sebelum mendapat donor jantung?"

Ibu Kou menangis.

"Aku selalu mengatakan hal yang kejam padamu." tangis Kakek, menyesal. "Aku pernah mengatakan bahwa kau orang yang menjengkelkan. Tapi, kau adalah anak yang penuh pengertian. Aku mengerti. Jantungmu akan terus hidup."

Mayu mengintip Takuma dari luar kamarnya. Takuma sedang berbincang dengan orang tuanya mengenai makanan apa saja yang ingin ia makan setelah sembuh.

Mayu hanya diam dan berdiri di luar kamar.

"Mayu." panggil Takuma. "Lusa aku akan operasi."

Mayu tersenyum. "Selamat ya!"

"Terima kasih." jawab Takuma senang. "Aku sungguh berharap operasi ini lebih cepat. Ayo pergi ke kolam renang setelah operasi ini berhasil."

"Kolam renang?"

"Aku ingin melihatmu dengan pakaian renang."

Mayu tertawa.

Keesokkan harinya, Mayu berjalan perlahan melewati ruang ICU. Ia melihat beberapa teman sekolahnya berlari masuk ke ruang tersebut.

Mayu menjenguk Takuma dan bermain kartu dengannya.

"Aku tahu peraturan mengenai transplantasi, tapi Dr. Taneda tidak mau mengatakan apapun mengenai pendonor." kata Takuma. "Aku hanya ingin berterima kasih pada keluarga pendonor."

Takuma bangkit dari duduknya.

"Mau kemana kau?" seru Mayu cemas.

"Ke toilet." jawab Takuma.

Mayu mengangguk.

"Ada seorang murid dari sekolah kita yang dibawa kemari." kata Takuma dari dalam toilet. "Apa kau tahu sesuatu mengenai itu?"

"Apa?"

"Ketika aku melihat keluar pagi ini, ada beberapa murid yang mengenakan seragam sekolah kita datang kemari." kata Takuma.

"Aku tidak tahu." kata Mayu berbohong. "Mungkin kakak kelas kita?"

"Mungkin."

Lagi-lagi Mayu berdiri di depan ruang ICU, mencoba memberanikan diri untuk masuk.

Akhirnya Mayu berani masuk dan mengintip ke kamar Kou. Ada beberapa murid perempuan disana.

Di lain pihak, beberapa murid laki-laki masuk ke kamar Takuma.

"Apakah kita salah masuk kamar?" tanya salah seorang dari mereka. "Tapi dia juga dari sekolah kita."

"Siapa lagi yang dirawat di rumah sakit ini?" tanya Takuma.

"Suzuya Kou dari kelas kami." jawab mereka. "Dia mengalami kecelakaan. Mereka bilang, ia tidak mungkin sembuh."

Takuma terkejut dan langsung berlari keluar.

Ibu Kou menoleh ke luar jendela dan melihat Mayu berdiri diam disana. Begitu ibu Kou melihatnya, Mayu bergegas berlari takut.

Takuma berlari menuruni tangga dan berpapasan dengan Mayu.

"Kau tahu?" tanya Takuma.

Mayu menunduk diam.

"Kau tahu! Kau dan Dr. Taneda tahu!" seru Takuma. "Karena itulah ia melarangku pergi keluar kamar!"

"Aku tidak tahu!" seru Mayu. "Itu hanya kebetulan!"

"Kau hanya beralasan!"seru Takuma. "Mungkin ini adalah kesempatan terakhirku, tapi aku tidak akan mau menerima operasi. Aku tidak bisa menerima jantung temanku hanya untuk menyelamatkan nyawaku sendiri."

"Tapi tidak apa-apa jika jantung itu milik orang yang tidak kau kenal?" tanya Mayu. "Tadi malam kau sangat senang. Memangnya apa masalahnya jika itu jantung milik siapa? Yang penting adalah kau bisa selamat." Mayu menangis. "Bagiku, itu sudah cukup."

Takuma diam.

"Aku tidak akan membiarkanmu menolak operasi!" seru Mayu. "Jika kau mati aku akan..."

"Mayu!" teriak Takuma, memotong ucapan Mayu. "Jika kau bicara lagi, aku benar-benar akan membencimu."

Mayu diam, menangis.

"Kau dan Dr. Taneda tidak mengerti." kata Takuma. "Apa artinya kematian? Bagaimana mengerikannya kematian? Rasanya mungkin sama untuknya. Mayu, apa artinya hidup? Haruskah aku mencuri jantung temanku hanya untuk hidup lebih lama? Aku tidak bisa melakukannya."

Dalam tidurnya, Kou menangis.

"Apa maksudmu tidak mau melakukan operasi?" tanya Ibu Takuma. "Takuma, apa yang terjadi? Kenapa kau memutuskan seperti ini?"

Takuma tidak mau menjelaskan dan menyembunyikan dirinya dibalik selimut.

"Takuma!"

Ibu Kou melapor pada Dokter Taneda bahwa putranya mengeluarkan air mata.

"Itu bukan kejadian tidak biasa jika putramu mengeluarkan air mata." jawab Dokter. "Itu hanya refleks. Maafkan aku."

"Dokter, masih bisakah aku membatalkan operasi putraku?" tanya Ibu Kou. "Aku sungguh minta maaf. Otak putraku mungkin sudah mati, tapi aku adalah ibunya. Aku akan menolak operasi."

Dokter Taneda sangat terpukul mendengarnya.

Dokter Taneda menyampaikan informasi tersebut pada Takuma, Mayu dan kedua orang tua Takuma bahwa pihak keluarga Kou tidak memberi izin pendonoran jantung Kou.

Kedua orang tua Takuma dan Mayu sangat terpukul sementara Takuma hanya diam tidak menunjukkan reaksi apapun.

"Aku tidak bisa menerima ini!" seru Ayah Takuma. "Mereka harus memberi..."

"Ayah!" seru Takuma. "Tidak apa-apa. Dr. Taneda, bisakah aku keluar dari rumah sakit sekarang? Aku ingin kembali ke sekolah. Mayu, ayo kembali bersama."

Takuma turun dari tempat tidur.

Takuma dan Mayu duduk diam di dalam bus.

"Takuma, kau tidak boleh menyerah." kata Mayu pelan. "Aku tidak akan membiarkanmu bersiap mati. Tidak akan."

Takuma tersenyum. "Ini aneh." katanya. "Ketika kau mengatakan itu, rasa sakit di dadaku lenyap."

Mayu tertawa. "Karena aku adalah obatmu."

Pagi di asrama, Takuma hanya duduk diam. Sepertinya ia menahan sakit dan wajahnya pucat.

"Perlukah aku melaporkan pada guru mengenai kondisimu?" tanya Ritsu.

"Hari ini aku ingin tidur saja." kata Takuma.

"Beristirahatlah kalau begitu." Ritsu keluar dari kamar, bersekolah.

Malamnya, Mayu berlari sekuat tenaga begitu mengetahui kondisi Takuma yang kritis. Ia memanggil ambulans dan membawa Takuma ke rumah sakit.

"Takuma!" teriak Mayu panik. "Takuma!"

Dr. Taneda dan krunya bergegas berusaha keras menyelamatkan Takuma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar