Kamis, 15 Juli 2010

Boku No Hatsukoi Kimi Ni Sasagu (Part 2)


Sinopsis Boku no Hatsukoi Kimi ni Sasagu
(I Give My First Love to You)
Part 2


Takuma membereskan barang-barang di kamar barunya. Tidak lama kemudian seorang pria berkacamata masuk.

Pria itu terlonjak kaget melihat Takuma. "Ah! Bukankah kau laki-laki yang dilamar di podium?" tanyanya. "Aku teman sekamarmu, Sugiyama Ritsu."

Ritsu mengulurkan tangannya dan disambut dengan hangat oleh Takuma.

Di lain sisi, Mayu masuk ke kamar barunya.

"Permisi." kata Mayu.

"Kau orang yang mengungkapkan cinta di podium." kata gadis teman sekamar Mayu.

"Aku Taneda Mayu." ujar Mayu memperkenalkan diri dan mengulurkan tangannya.

"Aku teman sekamarmu, Tamura Yuiko." ujar Yuiko, menyambut uluran tangan Mayu.

Seorang laki-laki duduk diam di depan asrama putri.

"Permisi." kata seorang murid perempuan. "Disini asrama putri."

Murid-murid perempuan keluar untuk melihat laki-laki itu. Laki-laki yang tertawa saat melihat Mayu dan Takuma bertengkar.

"Aku akan keluar, tapi jika aku bisa, aku ingin tinggal bersama kalian disini." kata laki-laki itu. Laki-laki itu berjalan mendekati gadis yang menegurnya. Ia melepas kacamata gadis itu. "Ah, sudah kusangka, kau memang manis. Halo semua! Aku murid baru. Namaku Suzuya Kou."

Mayu belajar memanah di klub memanah. Ia memanah dengan sangat canggih dan menjadi satu-satunya murid yang bisa memanah tepat di tengah target.

Takuma dan Ritsu melihat dari jauh.

"Taneda bisa melakukan segalanya, ya?" tanya Ritsu.

"Dia menunjukkan kemampuannya lebih dari sebelumnya." jawab Taneda. "Dia pasti akan unggul dalam segala hal jika tidak perlu menjagaku."

Tidak sengaja Mayu melihat Takuma dan langsung melambaikan tangan senang. Sebagai akibatnya, ia kena marah ketua klub.

Takuma menertawakannya.

Mayu menempel terus pada Takuma. Bahkan ketika Takuma naik bus hendak check up, Mayu membuntutinya. Mayu menggandeng tangan Takuma dan menyandarkan kepala di bahunya.

"Aku hanya check up." kata Takuma. "Kenapa kau ikut?"

"Karena kita bisa bersama lagi dan itu adalah anugerah." jawab Mayu.

"Jangan dekat-dekat!" seru Takuma, menarik tangannya dari pelukan Mayu.

"Karena kita bisa bersama lagi dan itu adalah anugerah!" teriak Mayu dan memeluk Takuma lagi, hingga Takuma terjatuh ke bangku bus.

Semua penumpang menoleh ke arah mereka.

"Hentikan!" teriak Takuma kesal.

"Hussshh..." bisik Mayu.

"Maafkan aku. Maafkan aku." ujar Takuma pada para penumpang bus. Ia berpaling pada Mayu. "Sudah kubilang jangan dekat-dekat."

"Tidak apa-apa." kata Mayu, tidak menggubris kata-kata Takuma. "Tidak apa-apa. Tidak apa-apa."

Takuma memeriksakan diri ke Dokter Taneda. Dokter mengatakan kesehatan Takuma baik-baik saja.

"Dokter, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Takuma. "Sejauh mata batasan olahraga yang boleh kulakukan?"

"Apa maksudmu?"

"Karena aku tidak bisa lari, bolehkan aku melakukan olahraga yang tidak perlu lari?" tanya Takuma.

"Olahraga tanpa lari?" gumam Dokter.

"Sebagai contoh, memanah." kata Takuma.

"Memanah?" gumam Dokter.

"Dan bercinta?" tanya Takuma lagi.

Dokter Taneda mematahkan pulpennya dan hendak memukul Takuma. Takuma kaget.

"Kau akan melakukan olahraga itu dengan siapa?" tanya Dokter, mencoba menahan emosinya.

"Aku tidak akan melakukannya dengan Mayu." kata Takuma takut-takut. "Aku tidak akan melakukannya dengan putri Dokter. Karena aku belum pernah melakukannya, aku ingin tahu bagaimana melakukannya."

"Itu akan menghabiskan banyak tenaga." kata Dokter, duduk lagi ke kursinya. "Sebagai Dokter, aku tidak menyarankan hal itu."

Takuma tersenyum. "Begitu." ujar Takuma seraya memutar-mutar kursinya.. "Untuk seseorang yang tidak bisa bercinta, menikah adalah hal yang mustahil juga. Gadis itu tidak akan mengerti hal ini."

Mayu menggandeng dan memeluk tangan Takuma erat. Ia juga menyandarkan kepalanya di bahu Takuma.

"Aku tidak bisa berjalan begini!" seru Takuma.

"Sekarang kau sedang jalan." kata Mayu. "Kenapa kau malu?"

"Aku tidak malu!" kata Takuma, mencoba melepaskan diri dari Mayu.

Takuma menekan tombol elevator.

"Takuma?" sapa seorang gadis ragu.

"Kau Teru, bukan?" tanya Takuma. "Lama tidak bertemu."

Takuma dan Teru berbincang berdua di taman rumah sakit.

"Aku tidak percaya!" seru Teru. "Takuma si anak kecil sekarang sudah menjadi seorang pria tampan."

"Kita terakhir bertemu saat SD, bukan?" tanya Takuma.

Sebuah bola menggelinding ke kaki Teru. Teru melemparkannya lagi pada seorang anak kecil.

"Kau masih bersama Mayu." ujar Teru, memandang Mayu yang duduk sendirian dari jauh. "Dulu, para perawat menyebut kalian 'Pasangan Suami Istri kecil'."

Takuma tertawa, melihat Mayu.

Teru bertanya pada Takuma apakah Takuma sudah mendaftar transplantasi organ.

Tentu saja Takuma sudah mendaftar. "Karena hanya itulah cara untuk menyelamatkan kami."

Teru dan Takuma memiliki penyakit yang sama, yakni penyakit jantung. Teru pergi ke rumah sakit itu untuk dirawat.

Mendadak Mayu menjadi marah dan menjauh dari Takuma. Di bus, ia tidak lagi lengket pada Takuma.

"Kenapa kau marah?" tanya Takuma.

"Tidak apa-apa." jawab Mayu ngambek.

"Kalau masalah Teru, kau sudah mengenalnya, bukan?" tanya Takuma. "Dia biasa bermain bersama kita ketika masih kecil."

"Aku tidak ingat!" seru Mayu, pindah ke kursi depan. "Kenapa laki-laki seperti ini? Ketika melihat gadis yang cantik sedikit saja, mereka akan pergi."

"Perempuan juga begitu!" balas Takuma tidak mau kalah. "Ketika melihat pria tampan, mereka akan tersenyum dari telinga sampai telinga."

Mayu mencari Takuma di kelasnya, tapi teman-teman Takuma mengatakan bahwa Takuma pergi ke rumah sakit.

Mayu kesal. "Aku tahu kenapa ia ke rumah sakit." ujarnya marah.

Takuma menjenguk Teru di rumah sakit dan membawakanya bunga.

Mayu keluar dari kelas Takuma dengan kesal dan langkah kasar. Ketika ia membuka pintu dan berjalan, tanpa sengaja ia menabrak seorang pria hingga terjatuh. Kou.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Kou, mengulurkan tangan untuk membantu Mayu.

"Aku tidak apa-apa." jawab Mayu, tidak menerima uluran tangan Kou.

Kou menatap tangannya sendiri. "Kau Taneda Mayu, bukan?" tanyanya. "Aku adalah Suzuya Kou, murid yang menempati posisi tertinggi kedua saat ujian masuk."

Lagi-lagi Kou mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Mayu, tapi Mayu diam saja.

Para murid menonton mereka. Gadis-gadis menjerit histeris. Kou adalah murid populer di sekolah.

Karena Mayu diam saja, Kou meraih tangan Mayu. "Tuan Putri, ayo kita nikmati masa-masa sekolah."

Mayu meronta, melepaskan tangannya dari Kou. Tapi Kou memegang tangannya dengan erat hingga Mayu tidak bisa berkutik.

"Lepaskan!" seru Mayu marah, kemudian berlari pergi.

Kou tersenyum.

Ketika Takuma pulang dari rumah sakit malam harinya, ia melihat Kou sedang menemui seorang wanita. Wanita itu memberi Kou makanan.

"Aku akan datang lagi." kata wanita itu. Sepertinya ia adalah ibu Kou.

"Jangan datang lagi." ujar Kou dingin.

Wanita itu berjalan pergi.

"Kangan katakan pada siapapun apa yang baru saja kau lihat." kata Kou pada Takuma. "Jika seseorang tahu bahwa murid paling populer di sekolah ini berasal dari keluarga miskin, imageku akan rusak."

Takuma diam.

"Kudengar jantungmu sakit." kata Kou. "Sejak kapan itu terjadi?"

"Itu bukan urusanmu." jawab Takuma dingin seraya berjalan pergi.

"Kakinouchi Takuma!" panggil Kou. "Ikutlah denganku."

Kou mengajak Takuma ke pinggir lapangan. Ia memberikan botol minuman pada Takuma. Takuma diam saja, tidak menerimanya.

"Minuman manis ini buruk untuk tubuhmu?" tanya Kou. Melihat ekspresi bingung di wajah Takuma, Kou berkata, "Aku mengenal seseorang yang punya penyakit sama sepertimu, karena itulah aku tahu. Dibandingkan kau, mungkin aku lebih mengerti apa yang dirasakan... Taneda Mayu."

Takuma tidak mengatakan apapun.

"Orang itu mati." kata Kou. "Sama sepertimu, ia menunggu donor jantung, tapi tidak ada yang mendonorkannya. Pada akhirnya, ia mati. Dia adalah ayahku. Aku sama sekali tidak tertarik pada orang yang sekarat. Aku hanya tertarik pada orang yang ditinggalkan. Ibuku. Ibuku masih saja menangis jika memikirkan ayah."

Takuma mulai mengerti apa yang dimaksudkan Kou.

"Sama seperti ibuku, Mayu hanyalah manusia biasa." ujar Kou. "Seorang gadis yang sudah jatuh cinta dan memiliki pacar di awal SMA. Dan pacarnya ini... memiliki penyakit yang sama dengan ayahku. Ketika mengetahui hal itu, aku berpikir.... jika kau mati, ia akan menangis selamanya. Untuk mencegah itu, aku akan membuatnya menjadi milikku sebelum kau mati."

Kou berjalan mendekati Takuma dan bicara dengan sangat dekat. "Kau... kenapa kau masuk SMA ini? Bukankah karena ingin putus dengannya? Kalau begitu, putus dengannya."

Ketika Mayu sedang berjalan bersama teman-temannya, Kou datang mendekatinya.

"Tuan Putri!" panggil Kou.

Mayu menarik napas kesal.

Kou mendekati dan berdiri di samping Mayu. "Aku ingin kau berkencan denganku." katanya.

Mayu menoleh kaget. "Hah?"

"Atau dengan kata lain, aku ingin kau menjadi kekasihku." kata Kou seraya merangkul pundak Mayu.

"Sudah kubilang padamu bahwa aku sudah punya Takuma!" seru Mayu, menghempaskan tangan Kou dari pundaknya.

"Aku akan menunggu jawabanmu dengan sabar." kata Kou, tidak menggubris kata-kata Mayu.

Saat para murid laki-laki berolahraga, seperti biasanya, Takuma hanya duduk menonton di pinggir lapangan. Bukan hanya Takuma yang menonton, para murid perempuan juga ikut menonton dan menjerit-jerit kecentilan melihat Kou.

Kou dan beberapa murid laki-laki lain melakukan balap lari. Kou memimpin dan menang mutlak. Para gadis berteriak-teriak.

Takuma berdecak lidah dan berjalan pergi.

Seperti biasa, saat guru sedang mengajar, Mayu malah menggambar karikatur guru itu. Ia tersenyum sendiri dan tanpa sengaja menoleh ke luar jendela. Disana, ia melihat Takuma sedang berjalan seorang diri melewati taman.

"Guru!" seru Mayu. "Bolehkah aku pergi ke toilet sebentar?"

"Mau kemana kau?" seru Mayu, berlari mengejar Takuma.

Takuma menoleh. "Aku mau ke rumah sakit." jawabnya. "Hari ini bukan hari aku check up, jadi aku tidak mendapat izin pulang cepat."

"Kau ingin menjenguk orang itu lagi?" tanya Mayu.

"Kau tidak mengerti bagaimana rasanya tinggal di rumah sakit sendirian." ujar Takuma. "Daripada membuang-buang waktu untuk cemburu, bukankah lebih baik kau menjadi wanita yang lebih sensitif?" tanya Takuma.

Takuma mengambil meja dan melompati pagar sekolah. Ketika ia melompat, sebuah kertas tidak sengaja jatuh dari sakunya.

Mayu mengambilnya.

Di rumah sakit, Takuma bingung mencari-cari kertas tersebut. "Ah, dimana aku menjatuhkannya?" gumamnya.

"Apa yang kau jatuhkan?" tanya Teru.

"Sebuah jimat. Sebuah harapan." jawab Takuma. "Aku menulisnya saat masih kecil. Karena aku selalu tidak mati saat membawanya, maka kertas itu menjadi jimat untukku. Mungkin aku menjatuhkannya saat melompati pagar. Tidak masalah jika Mayu mengambilnya, tapi..."

Teru tertawa. "Kau sangat beruntung karena memiliki seseorang yang manis disisimu." katanya. "Aku tidak memiliki siapapun. Aku malu mengatakan ini, tapi sampai saat ini aku belum pernah jatuh cinta. Dan aku akan menjalani transplantasi jantung. Jika aku memiliki bekas luka yang lebih besar dari yang kumiliki sekarang, mungkin aku tidak akan mampu memperlihatkan bekas menakutkan ini pada pria. Aku seperti biarawati."

"Itu tidak benar." kata Takuma. "Walaupun begitu, tidak masalah. Kau seorang gadis yang sangat cantik."

Teru diam sejenak. "Takuma, maukah... kau menciumku?" tanyanya pelan.

Takuma diam, menunduk.

"Aku tidak pernah jatuh cinta dan belum pernah dicium." kata Teru sedih. "Aku... tidak ingin mati seperti ini. Takuma, apa kau membenciku? Jika kau membenciku..."

"Bukan seperti itu." jawab Takuma.

"Jadi kau menyukaiku?" tanya Teru. Ia bangkit dari duduknya dan mendekati Takuma. Teru menunduk dan mengecup bibir Takuma.

Takuma hanya diam, tapi juga tidak membalas ciuman Teru.

"Ini ciuman pertamaku." ujar Teru tersenyum.

Takuma duduk sendirian di Observatorium. Mayu menyusulnya.

"Aku melihatmu datang ke sini." ujar Mayu. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Aku datang kesini jika ingin sendirian." jawab Takuma.

"Kau ingin menjadi astronot, bukan?"

"Kau tidak dengar, aku datang kemari jika ingin sendirian." ujar Takuma mengulangi.

"Hmm." Hanya itulah yang diucapkan Mayu, namun ia tetap tidak bergerak dari tempatnya berdiri.

Takuma diam sejenak. "Maafkan aku." katanya. "Teru dan aku... berciuman."

Mayu terdiam.

Takuma bangkit dari dudunya, mendekat pada Mayu. "Dia bertanya apakah aku membencinya dan kujawab tidak. Dia beranggapan aku menyukainya, lalu..."

"Apa kau bodoh?!" seru Mayu. "Dia menanyakan itu dengan tujuan tertentu, bukan? Hanya karena dia lebih cantik..."

"Itu tidak benar!" seru Takuma.

"Lalu apa?!"

"Dia bilang, ia tidak ingin mati seperti ini." ujar Takuma, menjelaskan. "Aku tidak bisa bersikap dingin pada orang yang belum menemukan jantung yang cocok."

"Itulah yang kubenci darimu!"

"Kalau begitu, kita putus." kata Takuma. "Hari ini adalah pertama kalinya aku mengerti pikiranmu, Mayu. Mendengar seseorang yang tidak tenang meminta ciuman, aku tidak bisa menolaknya. Aku ingat, akulah yang selalu mengatakan bahwa aku menyukaimu, Mayu. Aku menyukaimu karena kau baik dan tidak pernah menolakku. Setiap kali aku berpikir mengenai semua yang telah kau lakukan untukku, aku merasa tidak bisa menolak Teru."

Mayu menangis. "Takuma, kau sama sekali tidak mengerti pikiranku." katanya. "Kenapa kau tidak bisa menolaknya? Jika seorang laki-laki menyukai seorang gadis, dan gadis lain bertanya apakah laki-laki itu membencinya atau tidak, jawabannya seharusnya iya."

Mayu mengambil kertas Takuma yang terjatuh dari saku dan melemparnya ke arah Takuma. "Jika kau memang ingin putus, baik. Kita putus."

Keesokkan paginya, Takuma berjalan ke gedung kelas sendirian. Dari jauh, ia melihat Mayu, namun kemudian memalingkan wajah.

"Tuan Putri!" seru Kou, berlari dan memeluk Mayu dari belakang.

"Lepaskan aku!" seru Mayu, mencoba melepaskan diri dari Kou.

Takuma pergi ke rumah sakit. Ia berjalan ke kamar Teru, namun Teru sudah tidak ada disana.

"Permisi." panggil Takuma pada seorang perawat. "Dimana pasien yang ada dikamar ini? Uehara Teru?"

"Dia sudah meninggal tadi malam." jawab perawat. "Penyakitnya mendadak memburuk. Tidak ada yang bisa kami lakukan."

Takuma sangat terpukul mendengarnya. Ia pergi keluar karena jantungnya terasa sakit.

Takuma terjatuh dan bertumpu pada pagar.

Mayu berlatih memanah, tapi tidak satupun panahnya mengenai sasaran.

"Tuan Putri." panggil Kou dari pintu. Ia melambaikan tangannya pada Mayu. "Aku sudah mengatakan akan menunggu jawabanmu. Bukankah ini waktunya kau memberiku jawaban?"

Mayu diam, tidak memedulikan Kou.

"Tuan Putri, apa kau membenciku?" tanya Kou.

"Bukan begitu."

"Kalau begitu, kau pasti menyukaiku!" seru Kou bersemangat. Ia berjalan mendekati Mayu. "Aku termasuk tipemu, bukan?"

"Aku... jauh lebih menyukai Takuma dibanding kau." kata Mayu. "Aku menyukainya lebih dari semua orang yang ada di dunia ini."

"Dia akan segera mati." kata Kou. "Dia tidak punya banyak waktu."

Mayu meledak marah dan menampar Kou. "Jika kau mengatakan hal seperti itu lagi, aku akan membunuhmu! Takuma tidak akan mati dan meninggalkanku sendiri! Jika kau bicara sembarangan mengenai nyawa Takuma, aku tidak akan memaafkanmu!"

Mayu beranjak pergi, namun Kou berteriak. "Kau tidak mengerti apapun!" serunya. "Apa kau tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang sangat penting untukmu? Jika ia mati dan meninggalkanmu... apa yang akan terjadi padamu?" Kou berjalan perlahan dan memeluk Mayu. "Aku tidak bisa melihat kau sedih!"

"Lepaskan aku!" teriak Mayu.

"Tidak akan!"

"Lepaskan!" Mayu mendorong Kou hingga jatuh terjerembab ke lantai.

Kou tertawa, kemudian berjalan pergi.

Setelah rasa sakitnya berkurang, Takuma duduk bersandar pada pagar dan menatap langit.

"Kita akan berlomba apa?" tanya Kou, menepuk wajah Takuma. "Lihat wajahmu yang pucat!"

"Lari 100 meter." jawab Takuma.

"Itu sama halnya dengan menemanimu bunuh diri." jawab Kou. "Aku tidak bisa melakukannya." Kou berjalan pergi meninggalkan Takuma.

"Jika aku kalah, Mayu akan menjadi milikmu." seru Takuma. "Jika aku menang, jangan ganggu dia lagi. Aku tidak mau melihatmu bicara dengannya. Aku tidak mau melihatmu berjalan di jalan yang sama dengannya. Jangan berani memandangnya jika kau bertemu dengannya di sekolah."

Kou berbalik, menatap Takuma dan menimbang sejenak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar