Sabtu, 28 Agustus 2010

Iljimae (Episode 8)

Ryung menggunakan pakaian hitam dan penutup wajah, menyelinap ke dalam rumah bangsawan Lee Myung. Ia melakukan hal itu sesuai dengan ajaran Swe Dol yang sebelumnya pernah diajarkan.

Flashback

Swe Dol mengajari Ryung cara mencuri. Pertama-tama, Swe Dol menunjukkan cara melompati pagar tembok. Ryung mencoba berlari dan melompat, namun gagal dan gagal lagi.

"Pikirkan bahwa aku bukan manusia." kata Swe Dol. "Aku adalah burung. Pegang tembok dengan kuat. Aku adalah burung! Pegang dengan kuat!" Swe Dol menyemangati Ryung dan ikut melompat-lompat di belakangnya. "Gunakan tangan untuk memegang dan kaki untuk naik." Akhirnya Ryung berhasil melompati tembok pagar dengan susah payah.

Saatnya belajar mendarat di tanah. "Lakukan pose seperti orang hendak buang air." kata Swe Dol mengajarkan. Dengan beberapa kali mencoba, Ryung sudah berhasil.

Kini giliran pelajaran berlari tanpa menimbulkan suara. "Gerakan seorang pencuri adalah seperti hantu." ujar Swe Dol. "Pencuri yang amatir akan menimbulkan suara, namun pencuri yang profesional tidak akan menimbulkan suara. Untuk menangkap seorang pencuri, kau butuh pendengaran yang baik."

Mata Ryung ditutup dengan menggunakan kain. Swe Dol menyuruh Ryung menangkapnya.

Swe Dol berlari dengan suara yang seminimal mungkin. Ryung mendengarkan dan kemudian dengan mudah menangkapnya.

"Kau mendengarku? Ah, kemampuan mencuriku sudah musnah!" seru Swe Dol kesal.

"Bukan karena suaramu, Ayah, tapi baumu!" Ryung berkata seraya menutup hidungnya. "Tolong pergi mandi, Ayah!"

Sekarang giliran Ryung yang harus berlari tanpa menghasilkan suara. Swe Dol membawa sebuah kelinci dan menunjukkan cara berjalannya pada Ryung. Ketika Swe Dol berjalan, kelinci tersebut tidak bergerak, namun ketika Ryung yang berjalan, si kelinci langsung berlari.

Swe Dol menunjukkan ujung kaki dengannya. "Kunci agar tidak menimbulkan suara ada disini." kata Swe Dol. Untuk lebih mudahnya, aku menyebut metode ini 'Berjinjit'. Hehe..

Saatnya belajar hal yang paling penting bagi seorang pencuri, yaitu membuka gembok pintu.

"Membuka gembok pintu tidaklah mudah." kata Swe Dol. Ia lalu mengajak Ryung pergi ke sebuah rumah tua kecil yang tidak berpenghuni. Dulu rumah itu adalah tempat Swe Dol muda bekerja sebagai pandai besi. Di ruangan itu, ada banyak gembok dan alat pembukanya. Swe Dol menyuruh Ryung membuka gembok itu.

Flashback End

Pajabat yang menemukan surat dari Kwon Do Hyun menunjukkan surat itu pada kedua temannya. Mereka sangat terkejut.

"Karena Jenderal Shim Ki Yoon dan Kwon Do Hyun sudah mengetahui segalanya maka mereka kemudian difitnah melakukan pemberontakan?" tanya salah satu pejabat. "Tidak bisa! Kita harus melaporkan hal ini pada Divisi Anti Kriminalitas!"

"Jika mereka mencurigai kita, kita semua akan berada dalam bahaya!" tolak pejabat yang lain. "Kita harus menunggu sampai ada kesempatan yang baik."

Ryung berhasil masuk ke ruang penyimpanan benda berharga milik Lee Myung. Ia mencari-cari pedang dengan lambang pembunuh ayahnya, namun tidak menemukan pedang yang dimaksud.

Lee Myung datang dan terkejut melihat gembok telah terbuka. Para pengawalnya masuk dan bersiap menyerang, namun di dalam ruangan itu tidak ada siapapun. "Apa aku lupa mengunci pintu?" pikir Lee Myung. Ia membawa temannya untuk memamerkan kekayaan yang dimiliki. Mereka adalah satu dari banyak bangsawan yang melakukan korupsi. Kedua bangsawan itu keluar.

Ryung juga keluar dari persembunyiannya (disini belum dikasih tahu dimana Ryung bersembunyi). Tanpa sengaja matanya menemukan sebuah tabung kecil. Ia hendak membuka tabung tersebut, namun para penjaga (yang melihat jejak kaki di pagar tembok) berteriak dari luar. "Ada pencuri! Ada pencuri!"

Kepala penjara dan Shi Hoo berjalan masuk membawa lilin. Ryung memanfaatkan kegelapan malam untuk menyelinap keluar tanpa suara dan tidak diketahui oleh mereka (padahal Ryung menyelinap tepat di samping mereka).

Shi Hoo melihat keadaan sekeliling dengan curiga.

Ryung membuka tabung yang dibawanya. Ternyata isinya hanyalah selembar kertas. Ia kecewa dan dengan sembarangan membuang kertas tersebut di jalan.

Beberapa saat kemudian Dae Shi datang dan memungut kertas tersebut. (Hanya kertasnya saja, tidak dengan tabungnya)

Lee Myung cemas bukan main. Byun Shik berkata meremehkan. "Hanya sebuah kertas saja yang hilang, kau sampai membangunkan orang-orang ditengah malam buta!"

"Apa kau tahu berapa harga kertas itu?" tanya Lee Myung. "Harganya 500.000 tael!"

Byun Shik terloncat kaget. "500.00 tael?! Hanya sebuah kertas?!"

"Itu adalah... lukisan Tao Yuan Ming."

Lukisan Tao Yuan Ming dilukis oleh seorang pelukis terkenal bernama Jin Hong Soo dari dinasti Cing.

Dae Shi menempel lukisan yang ditemukannya di dinding kamar. "Itukah ayahmu?" tanya Kong He. Bong Soon dan ibu angkatnya melihat lukisan itu, diam saja.

"Aku yakin, di Negara Cing ada yang bertemu dengan ayahku kemudian melukisnya!" kata Dae Shi.

Pihak pengawal dan kepolisian diperintahkan untuk mencari lukisan itu hingga ketemu. Namun Shi Wan malah menyuruh Shi Hoo untuk mengganti alas jerami di dalam penjara.

Ryung kesal karena Hee Bong hanya mondar-mandir di kota. Ia bertanya kapan mereka akan bekerja di rumah bangsawan lagi.

"Tidak akan lama lagi." jawab Hee Bong. Tapi sekarang ia harus menjalankan tugas dari atasannya untuk menekan orang-orang di bagian selatan.

Setelah mengganti alas jerami penjara, Shi Hoo pergi keluar. Dari jauh, ia melihat para pengawal dan bersembunyi. Di dalam semak-semak tempatnya bersembunyi, ia menemukan sebuah tabung yang sedang dicari-cari oleh polisi.

Shi Wan dan anak buahnya masih mencari pencuri. Ia mendatangi orang-orang yang pernah ditahan karena kasus pencurian, termasuk Swe Dol. Namun ia tidak menemukan Swe Dol karena Swe Dol sudah ditangkap terlebih dahulu oleh Lee Myung.

"Aku sudah berhenti mencuri sejak bertahun-tahun yang lalu." kata Swe Dol.

Namun Lee Myung mengacuhkannya. "Bawa dia!"

Shi Hoo berlari menemui Shi Wan. Shi Wan marah dan menendang-nendang kaki Shi Hoo. "Bukankah aku menyuruhmu mengganti alas jerami?!"

Shi Hoo tidak berkata apa-apa dan menyerahkan tabung yang dipegangnya pada Shi Wan. Namun sayang tabung tersebut kosong.

"Aku menemukan ini di semak-semak." ujar Shi Hoo. "Disana ada jejak kaki si pencuri."

Byun Shik datang ke tempat konstruksi bangunan yang dipimpin Eun Chae. Ia mengingatkan Eun Chae agar hati-hati jika pulang di malam hari karena telah terjadi pencurian di rumah Lee Myung.

"Bagaimana pencuri itu melewati melewati pagar tembok dan dinding besi?" tanya Eun Chae antusias.

"Aku juga tidak tahu. Tapi kakakmu pasti bisa menangkap pencuri itu." jawab Byun Shik. "Dan kita akan tahu bagaimana caranya mencuri."

Eun Chae tersenyum senang. "Kalau yang kecurian adalah rumah Lee Myung (kepala kehakiman), aku berharap pencuri itu tidak tertangkap."

"Eun Chae!"

Shi Wan mendatangi rumah Dae Shi dan berhasil menemukan lukisan di kamarnya.

"Apa kau mencuri lukisan ini?" tanya Shi Wan.

"Aku tidak mencurinya!" jawab Dae Shi ketakutan. "Aku memungutnya di jalan."

Shi Wan tidak mempercayai ucapannya dan menangkap Dae Shi.

Dae Shi dibawa ke penjara oleh Shi Wan dan disiksa habis-habisan.

"Aku tidak mencurinya!" seru Dae Shi.

"Lalu kenapa kau tahu bahwa lukisan itu berasal dari Dinasti Cing?" tanya Shi Wan.

"Ayahku pergi ke Negeri Cing." jawab Dae Shi.

"Kenapa ayahmu pergi ke sana?!" bentar Shi Wan.

"Ketika terjadi kekacauan di Byungja, ayahku ditangkap dan dibawa ke sana seebagai tawanan." kata Dae Shi ketakutan. Ia menangis. "Ayah! Ayah! Kau masih hidup, Ayah?!"

"Lalu apa itu?" tanya Shi Wan menunjuk ke topeng.

"Aku ingin menunggu ayahku,lalu mengenakan topeng itu dan menari bersamanya." Dae Shi menangis. "Kami juga berjalan di atas tali."

Byun Shik menarik Shi Wan. "Shi Wan, apa yang dikatakan? Apa kau yakin kau telah menangkap orang yang benar?"

"Perutku... Perutku.. Tolong beri aku nasi.." ujar Dae Shi memohon-mohon.

Bukannya mendapat nasi, Dae Shi malah mendapatkan besi panas di tubuhnya.

Shi Hoo melihat proses interogasi tersebut dari luar. Ia berpikir bahwa mereka pasti menangkap orang yang salah. Pria gemuk seperti Dae Shi tidak mungkin bisa menaiki pagar tembok.

Begitu mengetahui Dae Shi ditangkap, Ryung bergegas berlari ke penjara untuk menemui Dae Shi.

"Ryung!" Dae Shi menangis. "Aku tidak mencuri lukisan itu. Kau percaya padaku kan? Aku belum sempat bertemu dengan ayah, tapi aku sudah hampir mati. Jika suatu saat nanti ayahku datang, tolong katakan padanya bahwa aku ingin menemukan ayah setelah aku bisa mengumpulkan uang yang banyak."

Ryung sedih melihat sahabatnya itu. Ia menahan air matanya dan mencoba menghibur Dae Shi. "Laki-laki tidak boleh merusak image-nya seperti itu, jadi jangan menangis! Siapa yang bilang kau akan mati? Jangan khawatir. Aku.. Aku akan menyelamatkanmu! Mengerti?!"

"Benarkah?"

"Pasti!"

Swe Dol pulang ke rumah dan membawakan seekor ikan untuk Dan Ee. Selain itu, ia juga membawa beberapa tael.

"Dari mana kau dapat semua ini?" tanya Dan Ee.

"Sebenarnya... Tapi jangan bilang siapa-siapa..."

Ryung mencari cara untuk membebaskan Dae Shi. Dimulai dengan cara legal dan baik-baik.

Ryung datang ke kepala penjara dan memohon pembebasan Dae Shi. "Pencuri mana yang akan mengundang semua orang datang ke rumahnya untuk melihat lukisan yang dicurinya?" Ryung berusaha meyakinkan si kepala penjara.

"Kata-katamu memang beralasan, tapi aku tidak punya kuasa."

"Tuan! Tolonglah Dae Shi!" Ryung memohon-mohon dikaki kepala penjara.

Kepala penjara kesal. "Ini anak... Apa kau benar-benar mau menyelamatkan temanmu?"

"Apa kau punya ide?"

Ryung mengatakan rencananya pada Heung Kyun.

"Maukah kau membantuku?" tanyanya.

Heung Kyun sedikit ragu. "Itu..."

"Kita harus menyelamatkan Dae Shi. Kita tidak bisa diam di sini, melihatnya mati."

Tiba-tiba Bong Soon datang dengan membawa kentongan seng. "Ayo, semua sudah siap!" katanya.

Ryung, Bong Soon dan Heung Kyun datang ke pintu gerbang istana. Di sana, mereka melihat banyak orang duduk dan tidur.

"Apa yang mereka lakukan?" tanya Bong Soon.

"Sepertinya mereka datang untuk meminta keadilan." jawab Heung Kyun.

"Semuanya?" gumam Ryung. "Kenapa begitu banyak orang yang merasakan ketidakadilan?"

"Banyak orang di Chosun yang mengalami ketidakadilan." kata Heung Kyun. "Pedulilah sedikit pada situasi negara kita."

"Aku tidak tertarik pada hal lain selain urusanku sendiri." kata Ryung acuh.

Mereka bertiga mulai bertindak. Bong Soon memukul kentongan dan berteriak minta keadilan. Ryung berdebat dengan penjaga dan memaksa masuk ke dalam. Namun para penjaga dengan mudah menangkap dan melemparnya pergi.

Beberapa saat kemudian, satu per satu orang-orang di depan gerbang istana mulai menghilang. "Kemana perginya orang-orang?" tanya pengawal heran.

Ternyata orang-orang itu dikumpulkan oleh Ryung. Ia meminta mereka membantunya melakukan sesuatu. "Aku akan menjadi perwakilan kalian." kata Ryung. "Aku harus bertemu langsung dengan raja dan memberitahukan keluhan kalian."

"Duduk disana 100 hari hanya akan membuat bokong kalian sakit." tambah Bong Soon, memprovokasi. "Kalian tidak akan mendapat kesempatan bertemu dengan raja."

Orang-orang bergumam menyetujui.

"Kalian semua, kemari!" Ryung dan yang lainnya berkumpul memberitahu rencananya.

Orang-orang kembali datang ke depan gerbang pengadilan dan mendorong-dorong penjaga, memaksa masuk. Mereka melakukan hal tersebut untuk mengalihkan perhatian para penjaga agar Ryung bisa melompat masuk lewat tembok.

Ryung berhasil masuk dan bertemu Raja. Raja saat itu sedang menonton pertandingan sepak bola antar para pejabat dan bangsawan. Bahkan dalam sebuah permainan saja, Byun Shik mengancam lawan dengan kuasanya agar bisa memenangkan pertandingan. (please deh...)

Perhatian para pejabat dan bangsawan beralih pada keributan di atas genteng. Di sana, Ryung memasang spanduk dan memukul-mukul kentongan. "Yang Mulia!" teriaknya. "Temanku sudah diperlakukan tidak adil!" Teng Teng Teng. "Yang Mulia! Aku mohon padamu, tolong bantu aku menyelesaikan kesalahpahaman ini! Yang Mulia!"

Para pengawal berusaha naik dengan tangga, namun Ryung memukuli kepala mereka dengan pemukul kentongan.

Ryung ditangkap dan dibawa ke hadapan raja. Inilah pertama kalinya Ryung bertemu dengan musuhnya yang sesungguhnya.

"Ketidakadilan apa yang membuatmu berani memasuki istana?" tanya Raja tersenyum ramah.

"Temanku..." Ryung mendadak kagok. "Temanku secara tidak sengaja menemukan lukisan di jalan, namun dituduh mencuri. Dia disiksa oleh para pengawal istana. Aku mohon, Yang Mulia, tolong selidiki kembali masalah ini agar temanku bebas dari tuduhan ini."

Raja tersenyum dan memanggil menteri kehakiman untuk menyelidiki masalah ini lebih lanjut. Ryung berterima kasih pada raja, ia kemudian teringat orang-orang di depan gerbang. "Yang Mulia! Saat para bangsawan sedang bersenang-senang di sini, rakyat sedang meminta keadilan siang dan malam di depan gerbang istana. Aku mohon agar Yang Mulia bersedia mendengar keluhan mereka."

Para pejabat dan bangsawan mendengus.

"Benarkah?" tanya Raja. "Kenapa kau tidak melaporkan hal ini padaku?" tanyanya pada menteri kehakiman.

Menteri kehakiman terpaksa keluar dan memanggil orang-orang untuk masuk ke istana. Raja bersedia mendengar keluhan mereka. Ia juga mengumumkan bahwa pengadilan ditunda dan akan dilakukan penyelidikan ulang.

Song Soon membereskan kentongannya. Di sana ia melihat perhiasan pemberian Lee Won Ho milik Ryung terjatuh. Bong Soon teringat pada Geom, dan menyimpan perhiasan itu.

Orang-orang yang meminta keadilan bersujud di depan Raja. Raja memegang tangan salah satu dari mereka dan berkata agar mereka tidak perlu mencemaskan masalah ini lagi.

Setelah selesai, Raja mencuci tangannya (kurang ajar bgt nih raja). Ia melakukan semua itu demi mendapatkan dukungan rakyat untuk melawan ancaman yang datang dari negara Cing.

Ibu angkat Dae Shi tidak mau makan. Kong He membujuknya dan berniat menyuapinya, namun Bong Soon memelototi Kong He.

Para pengawal dan polisi datang ke kedai milik ibu Dae Shi dan memeriksa tempat itu. Kong He marah melihat para polisi menggoda ibu Dae Shi dan Bong Soon. Ia mendatangi dan menatap mereka dengan pandangan matanya yang tajam. Para polisi yang melihat tubuh Kong He dipenuhi luka tebasan pedang, langsung ciut dan bergegas pergi. Kong He sudah menampakan wajah aslinya.

Menteri kehakiman mengumumkan bahwa semua kasus sudah diluruskan, kecuali kasus pencurian lukisan. Setelah diselidiki kembali, mereka tetap menyatakan bahwa Jang Dae Shi-lah pencurinya.

Ryung sangat kecewa dan mengunjungi kedai. Di sana, ibu angkat Dae Shi menangis histeris. "Laporan kalian tentang ketidakadilan yang dialami Dae Shi malam membuat Dae Shi mendekati kematian. Mereka mengatakan kalau Dae Shi akan dihukum mati."

"Dihukum mati?!" seru Ryung terkejut. Ryung teringat perkataan Lee Myung bahwa ia akan menyembunyikan kekayaannya di Negeri Cing. "Lee Myung, awas kau!"

Seperti biasanya, Ryung mencoba terlihat ceria di depan semua orang dan berlagak tidak memikirkan apapun. Ia mencuri kapak milik Heung Kyung dan berlatih melempar kapak tersebut ke batang pohon. Kini saatnya melakukan usaha penyelamatan ilegal.

Malamnya, Ryung hendak menyusup lagi ke ruang penyimpanan barang berharga milik Lee Myung. Namun kini kondisinya berbeda. Gembok yang lama telah diganti dengan gembok yang baru. Gembok kali ini tidak memiliki lubang kunci (loh?).

Flashback ke scene saat Swe Dol membawakan ikan dan uang untuk Dan Ee. "Jangan bilang siapa-siapa ya." bisik Swe Dol. "Pencuri yang menyusup ke rumah Kepala Kehakiman, sepertinya bukan pencuri biasa. Jadi aku merancang gembok rahasia. Bahkan hantu saja tidak akan bisa membukanya!" Swe Dol berkata bangga.

Lee Myung memamerkan lukisan Tao Yuan Ming pada Byun Shik.

"Walaupun harganya sangat mahal, tapi kelihatannya lukisan ini biasa saja." kata Byun Shik. Matanya terpaku pada sebuat topeng yang tergantung di dinding gelap. "Apa itu?"

"Itu adalah topeng Mushin." jawab Lee Myung. "Topeng itu digunakan pada masa Dinasti Shilla. Matanya terbuat dari emas."

Byun Shik dan Lee Myung mengamati topeng itu dari dekat.

"Bisakah aku mengenakannya?" tanya Byun Shik.

"Tentu saja." jawab Lee Myung. Byun Shik mengulurkan tangan hendak mengambil topeng.

Siang harinya, Dae Shi akan dieksekusi. Ibu angkatnya menangis histeris. Teman-temannya hanya bisa melihat tanpa bisa melakukan apa-apa. Dae Shi menangis sambil memanggil ayahnya. "Ayah! Ayah!"

Lee Myung memerintahkan pasukannya untuk membawa seluruh harta kekayaannya ke negeri Cing dengan menggunakan gerobak. Di tengah perjalanan, mereka melewati seorang petani yang sedang mencangkul kebunnya. Tiba-tiba terjadi ledakan keras. Dan dalam sekejap, gerobak yang ditarik oleh pasukan Lee Myung menghilang begitu saja.

Pasukan mencari gerobak itu dimana-mana, namun tetap tidak menemukannya.

Adegan berpindah ke Lee Myung, yang menemukan gemboknya terbuka. Lukisan Tao Yuan Ming yang dipajangnya di dinding sudah dicoret-coret. Di sisi lukisan Tao Yuan Ming tersebut terdapat lukisan lain, yaitu lukisan bunga Mae Hwa.

Dae Shi menangis ketakutan, teringat ayahnya.

Kong Hee siap bertindak dengan pedang ditangannya. Namun tiba-tiba polisi datang dan membisikkan sesuatu di telinga Shi Wan. Shi Wan terkejut dan meninggalkan tempat eksekusi. Dae Shi dibebaskan karena pencuri yang sebenarnya sudah muncul.

Kong Hee menyimpan pedangnya lagi. Ibu Dae Shi, Swe Dol yang lainnya tertawa lega.

Ryung datang, menangis senang melihat sahabatnya dibebaskan sekaligus menangis sedih karena teringat ia gagal menyelamatkan kakaknya. "Kakak... Kita tidak gagal kali ini."

Lee Myung dan para polisi bingung. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Saat ia masuk malam hari, gembok masih terkunci, namun siangnya gembok sudah terbuka.

Shi Hoo memeriksa dengan teliti. "Ketika Tuan membuka pintu, sengkel gembok sudah terpotong." kata Shi Hoo. "Pencuri itu sudah ada di dalam."

"Apa maksudmu?" tanya Lee Myung.

"Sebelum Tuan datang, pencuri itu memotong sengkel. Setelah itu, ia menggunakan benang untuk memperbaiki gembok agar tidak terlihat kalau sengkel sudah terpotong. Dia kemudian menunggu sampai kau keluar ruangan, lalu memotong benang ini."

"Tapi dia ada di dalam." kata Lee Myung. "Tidak mungkin ia tidak bisa kulihat."

"Benar." ujar Shi Hoo. "Tidak ada tempat bersembunyi di ruangan itu. Karena itulah ia bersembuyi di sana." Shi Hoo menunjuk tempat topeng Mushin tergantung.

Flashback Byun Shik hendak mengambil dan memakai topeng. Namun tiba-tiba pelayan Lee Myung datang dan mengatakan kalau makan malam sudah siap. Mereka berdua berbalik pergi. Saat itu, Ryung sedang bersembunyi dibalik topeng.

"Apa?! Jadi dia di depanku?" seru Lee Myung.

"Ya." jawab Shi Hoo. "Pencuri itu pasti menggunakan pakaian hitam. Selama ia memakai topeng ini, kau tidak akan bisa melihatnya walaupun ia ada di depanmu."

"Tolong bantu aku menemukan uangku kembali." kata Lee Myung panik. "Uang itu adalah hasil kerja kerasku. Uangku lenyap."

Shi Hoo pergi ke tempat hilangnya gerobak untuk menyelidiki. Sebelumnya Shi Wan sudah ada di sana, namun tidak bisa mendapatkan apapun. Ia marah melihat Shi Hoo datang.

"Kepala Kehakiman menyuruhku datang kemari." kata Shi Hoo.

Pertama, Shi Hoo melihat bekas kapak di pohon, kemudian bubuk mesiu di tanah.

Dae Shi dan yang lainnya makan bersama untuk merayakan keselamatan Dae Shi, namun Dae Shi tidak kelihatan senang dan menjadi murung. "Apa karena Ryung tidak ada?" tanya Heung Kyun, tapi Dae Shi tidak menjawab.

Swe Dol menemukan baju pengawal yang pernah dipakai Ryung. Ia mengira Ryung berhasil menjadi prajurit. Tapi Bong Soon menceritakan pada Swe Dol bahwa Ryung bergabung dengan geng Ajik. Swe Dol marah besar dan pergi hendak mencari Ryung.

Dae Shi berjalan menuju ruang tempatnya bekerja membuat topeng. Tiba-tiba muncul orang mengenakan topeng dari ruangan itu,membuat Dae Shi terkejut hingga terjatuh.

"Ryung.."

Ryung membantu Dae Shi berdiri dan menunjukkan ke dalam ruangan. "Aku sudah menggantung semua topeng buatanmu." katanya tertawa. Ia menoleh ke arah Dae Shi. "Maafkan aku."

"Apa?"

"Tidak apa-apa."

"Kudengar, demi menyelamatkan aku, kau bersujud di depan kepala penjara." Dae Shi memeluk Ryung. "Terima kasih Ryung!"

Ryung pulang ke rumah. Swe Dol sudah menunggunya, siap dengan tongkat di tangan.

"Aku tidak bernah berkata aku menjadi prajurit, Ayah." kata Ryung menjelaskan. "Kaulah yang menyimpulkan sendiri."

"Lalu apa ini?" Swe Dol menunjukkan baju prajurit ditangannya.

"Itu bukan milikku."

"Jika kau tidak lolos menjadi prajurit, baguslah. Kau sekarang hanya perlu fokus untuk ujianmu."

"Aku tidak mau. Aku akan terus menjadi anggota geng Ajik." kata Ryung keras kepala. "Aku mau ikut ujian itu karena kaulah yang memaksaku. Hukum memang mengizinkan semua orang untuk ikut ujian. Tapi apa ayah pernah melihat ada rakyat biasa yang lolos ujian? Hanya anak bangsawan yang bisa lolos. Kau hanya memberi kesempatan pada para anak bangsawan itu untuk menyiksaku. Itulah kenyataannya Ayah! Tolong berhenti bermimpi konyol!"

"Tapi kenapa harus dengan geng itu?" Swe Dol berkata dengan sedih. Matanya berkaca-kaca.

"Walaupun mereka anggota geng, selama ku menemukan tempat yang tepat untukku, aku akan hidup dengan nyaman. Aku akan menghasilkan uang dengan cara itu."

Swe Dol shock, tidak bisa berkata apa-apa. Tiba-tiba Dan Ee membawa sapu dan memukul Ryung. "Beraninya kau bicara begitu pada ayahmu! Apa kau tidak tahu betapa besar ayahmu menyayangimu?"

Swe Dol menahan Dan Ee. Ryung hanya diam dan menangis.

Malam itu, Swe Dol jongkok di depan rumahnya, menunggu Ryung pulang. Dan Ee mendekatinya.

"Ryung tidak mengatakan hal yang salah." Swe Dol menangis. "Dia anak yang sangat malang. Dia berasal dari keluarga bangsawan, namun ia bertemu dengan orang tidak berguna seperti aku."

"Apa yang kau katakan? Tanpamu, ia pasti sudah mati bertahun-tahun yang lalu."

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Swe Dol menangis.

Shi Hoo masih penasaran. Ia kembali ke rumah Lee Myung untuk melihat lukisan Tao Yuan Ming yang disampingnya dilukis bunga Mae Hwa.

"Mungkin dia melakukan ini untuk menyelamatkan seseorang dari tuduhan salah." kata Shi Hoo pada kepala penjara. "Tapi... kenapa bunga Mae Hwa berwarna merah?

Ryung duduk di pagar tembok rumah lamanya, menatap pohon Mae Hwa yang berbunga.

"Ayah, apa kau tahu arti dari Mae Hwa merah yang kulukis?"

Rumah keluarga Lee Won Ho kini di akan ditempati oleh bibi Eun Chae. Eun Chae senang berjalan-jalan dan melihat bunga Mae Hwa yang mekar di rumah itu.

Ia naik perlahan dan duduk di atas pohon Mae Hwa besar dekat pagar. Di sana, ia melihat seseorang sedang tidur di atas tembok pagar. Eun Chae ingin melihat lebih dekat siapa laki-laki itu. Laki-laki itu membuka matanya dengan tiba-tiba, membuat Eun Chae kaget dan kehilangan keseimbangan. Laki-laki itu memegangi tangannya agar tidak jatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar