Jumat, 25 Juni 2010

Cinta Di Bawah Lampu Merah

Title : Cinta Di Bawah Lampu Merah
Author : Sweety Qliquers
Genre : Romance 17+
Production : www.rainlovers86.blogspot.com
Production Date : 26 Mei 2010 – 02.59 PM
Cast :
Yunho`DBSK as Cha Bong Gun
* Menaruh hati pada Kang Hae Bin-tetangga baru Cha Bong Gun
* Tak pernah lelah melakukan pendekatan dengan Kang Hae Bin dengan segala cara
* Jiwa pejantan Cha Bong Gun kembali bangkit, ketika ia tahu tak ada satu cowok pun yang berhasil mendekati Kang Hae Bin

Go Ah Ra as Kang Hae Bin
* Menurutnya Cha Bong Gun terlalu gampang untuk menyatakan rasa suka pada seorang gadis
* Gadis yang entah kesekian kalinya diincar dan diburu Cha Bong Gun, yang kebetulan tetangga baru Cha Bong Gun

Kim Bum (Cameo)
* Teman sekelas Cha Bong Gun di kampus
* Teman curhat Curhat Cha Bong Gun


Sudah sebulan Cha Bong Gun mencoba mendekati Kang Hae Bin. Segala usaha dan jerih payah telah dilakukannya. Namun, tetap saja, Hae Bin tak bergeming, membungkam bahasa dalam kebisuannya.

Sementara Bong Gun terus menggencarkan serangan-serangannya. Kadang Bong Gun sengaja menjauh sebentar, lalu kembali menebarkan pesonanya. Menurut Bong Gun, biasanya cewek pura-pura cuek. Padahal, sebenarnya mereka mengharapkan cowok untuk terus mengejarnya. Tapi, jauh dari perkiraan, Hae Bin malah bersikap masa bodoh dan makin tak menggubrisnya.

Hae Bin adalah gadis yang entah kesekian kalinya diincar dan diburu Bong Gun. Awalnya Bong Gun cuek-cuek saja dengan Hae Bin yang kebetulan tetangga barunya itu. Tapi, lama-kelamaan ia merasa tertantang juga untuk mendekati Hae Bin. Jiwa pejantannya kembali bangkit, ketika tak ada satu cowok pun yang berhasil mendekati Hae Bin.

Selama ini Bong Gun sudah mencoba mendekati Hae Bin lewat teman-teman di sekolahnya. Bahkan, sampai ke tetangganya.

Hae Bin yang sehari-harinya lewat di depan rumah Bong Gun, selalu saja membuat hati Bong Gun berdesir tak karuan. Bukan karena cinta yang menggebu, melainkan hanya karena penasaran saja.

“Aneh! Kenapa dia semakin cuek padaku?” tanya Bong Gun pada Kim Bum, teman sekelasnya di kampus. “Padahal kau kan tau sendiri, kalau aku termasuk cowok yang sering digandrungi cewek? Kenapa Hae Bin seolah tak mempan oleh umpanku?”

“Mungkin Hae Bin ingin menguji sebarapa besar usahamu,” Kim Bum mencoba menerka. “Hae Bin mungkin senang melihatmu terus mengejarnya,”

Bong Gun hanya geleng-geleng kepala. Sesekali mengangguk-angukkan kepalanya.

***

Pagi hari, matahari menyerobot masuk ke dalam kamar Bong Gun. Jam di meja kamarnya sudah menunjukan pukul 7.00. Biasanya, jam-jam segini Hae Bin berangkat sekolah lewat depan rumahnya. Bong Gun segera mandi dan memakai pakaiannya. Tak lama, ia sudah siap ke kampus. Di depan rumah, Bong Gun tampak gelisah. Sesekali menatap ke arah jalanan, mencoba memastikan, Hae Bin sudah lewat atau belum. Sambil menunggu, ia memanaskan Motor Sport kuningnya. Ia pura-pura mengelap body motornya sambil sesekali memelintir gasnya. Suara mesin pun menderu-deru.

Tak lama, dari kejauhan sang pujaan hati sedang menuju ke arahnya. Bong Gun segera merapihkan diri. Mematut diri di depan kaca depan rumah. Ia pun sudah siap bekerja keras hari ini. Menebar jaring-jaring cinta.

Hae Bin semakin dekat dengan rumah Bong Gun. Dekat, dan semakin dekat.

Bong Gun membuka pagar rumahnya, sambil menuntun motornya. Derap langkah Hae Bin sudah terdengar jelas di daun telinganya. Sebuah derap yang terdengar dari kaki indahnya Hae Bin.

“Selamat pagi,” sapa Bong Gun ramah. “Baru mau berangkat?”

Hae Bin tak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil mengangguk.

“Berangkat denganku saja! Aku juga sekalian ke kampus. Sekolahmu kan searah dengan kampusku? Bareng saja, yuk!” ajak Bong Gun.

“Terima kasih. Aku lebih asyik jalan. Sekalian olahraga,” Hae Bin segera bergegas meninggalkan Bong Gun yang sudah siap dengan motornya.

“T-t-tunggu...!” pinta Bong Gun setengah berteriak.

“Ada apa lagi?”

Sejenak Bong Gun terdiam. Sesekali menggaruk-garuk kepalanya. “Boleh tidak aku main ke rumahmu nanti malam?” sambil cengar-cengir.

“Untuk apa?” Hae Bin ketus.

“Ya, ingin main saja. Ada yang ingin aku katakan padamu,”

Sesaat Hae Bin tertegun, seolah ada sesuatu yang dipikirkannya.

“Bagaimana? Boleh?”

“Memangnya apa yang mau dibicarakan? Kenapa harus dibicarakan dirumahku!” tanya Hae Bin setengah sewot.

“Yaa... kalau tidak mau di rumah, di mana saja boleh,”

“Ya sudah, di sini saja. Apa yang mau kau katakan!” pinta Hae Bin sambil sesekali menengok ke arah arloji yang membelit pergelangannya yang kuning langsat.

Bong Gun tersenyum. “Kau sudah punya pacar belum?”

Hae Bin tak langsung menjawab. Ia pura-pura kaget. Tak lama ia kembali bersikap seperti biasa. “Kalau sudah, kenapa? Kalau belum mau apa?” pancing Hae Bin.

“Jangan galak seperti itu!” rayu Bong Gun. “Kalau sudah, kenapa aku tidak pernah melihatmu jalan bareng dengan pacarmu. Kalau belum...”

“Kalau belum, mau apa?”

“Mau tidak kau jadi pacarku?” pinta Bong Gun mantap.

Mata Hae Bin terbelalak. Namun lagi-lagi Hae Bin mampu menyembunyikan perasaannya. Sebenarnya ia sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh Bong Gun. Pasti nembak!

“Bagaimana? Mau tidak?”

“Mudah sekali kau untuk mengatakan cinta! Murahan!” Hae Bin bergegas lebih cepat meninggalkan Bong Gun.

Bong Gun hanya terperangah. Dadanya seolah ada yang menohok keras. Baru pertama kali ia dianggap murahan. Tiba-tiba Bong Gun seolah tak ada harganya sama sekali di depan Hae Bin.

***

Gelap malam tak mampu membias kata-kata Hae Bin pagi tadi.

Murahan! kata itulah yang kembali terngiang-ngiang di daun telinga Bong Gun.

Di dalam kamar ia hanya menatap langit-langit berwarna putih. Di sana ia melihat wajah oval Hae Bin sambil tertawa mengejeknya. Rupanya kali ini ia benar-benar dibuat penasaran oleh gadis itu. Buktinya saat ini ia selalu memikirkannya. Tak siang, tak juga malam. Yang ada hanya wajah Hae Bin, Hae Bin, dan Hae Bin. Terus dan terus. Semakin penasaran.

Namun kata murahan yang keluar dari mulut manis Hae Bin akhirnya menyadarkan Bong Gun. Ia baru sadar kalau selama ini ia telah melakukan hal yang belum pernah, bahkan pantang ia lakukan. Ia telah menjadi pengemis cinta. Ia telah menghinakan dirinya dengan merendahkan diri di hadapan seorang Hae Bin. Bong Gun lupa, kalau selama ini ia telah kebablasan melakukan pendekatan.

“Kenapa aku sampai begini yah? benar juga kata Hae Bin,” tanya Bong Gun dalam hati.

Bong Gun bingung. Sesekali ia bangkit dari kasurnya. Memandang jendela dan menatap ke luar. Ia hanya menatap genteng rumah Hae Bin yang lebih tinggi daripada rumahnya. Bong Gun menggaruk-garuk kepalanya. Sesekali matanya diarahkan pada sebuah jam yang tergeletak di meja. Di sana jam menunjukan pukul 8 malam. Saatnya datang ke rumah Hae Bin untuk meminta kepastian atas ungkapan cintanya tadi pagi. Namun, lagi-lagi Bong Gun teringat kata murahan dari mulut Hae Bin. Rasanya harga diri Bong Gun terinjak-injak. Tapi betapa terinjak-injaknya harga dirinya di depan teman-temannya, kalau tak bisa mendapatkan Hae Bin. Bagaimana reputasi si penjinak cewek yang alang kepalang disandangnya.

Akhirnya ia mengurungkan niatnya. Ia memilih mematikan lampu dan menyalakan MP3. Dalam gelap, Bong Gun menikmati lagu-lagu kesukaannya. Lama-kelamaan suara musik perlahan mengecil. Lalu semuanya menjadi gelap dan hening. Bong Gun terlelap dalam tidurnya malam itu.

***

Pagi hari Bong Gun berangkat agak siang. Ia sudah tak berhasrat mengejar Hae Bin. Ia hanya santai-santai saja. Sementara jam sudah menunjukan pukul 07.30. Sambil malas-malasan, Bong Gun pun segera bersiap-siap. Seperti biasa, Bong Gun memanaskan mesin motor sportnya.

Setelah semuanya beres, ia pun segera mengeluarkan Motor ke luar rumah. Tak lama, pintu pagar sudah di kuncinya. Bong Gun siap menaiki sadel motornya.

“Tunggu! Aku ikut!” sebuah suara memanggilnya dari kejauhan. Suara itu sangatlah akrab dengan telinganya.

Bong Gun menengok. Dilihatnya Hae Bin berlari mengejarnya sambil menenteng tas selempangnya. Bong Gun tak peduli. Ia malah menstater motornya. Sesaat suara mesin menderu-deru. Suara derap langkah pacu Hae Bin hampir tak terdengar.

“Tunggu! Aku ikut!” pinta Hae Bin dengan wajah memelas dan napas tersengal-sengal.

“Tumben baru berangkat,” sindir Bong Gun, sinis.

“Boleh tidak? Aku sudah kesiangan!”

“Tumben kau kesiangan,” celetuk Bong Gun. Masih sinis.

Hae Bin diam.

Bong Gun juga terdiam. “Sudah ayo cepat naik!”

Hae Bin ragu-ragu. Ia tahu kalau Bong Gun sedang marah padanya.

Akhirnya Hae Bin naik juga. Sepanjang jalan Bong Gun memacu motor dengan seenaknya. Hae Bin hanya bisa mendekapnya.

Di perempatan lampu merah, sambil menunggu lampu hijau, Bong Gun membuka pembicaraan.

“Kenapa sampai kesiangan?”

Hae Bin tersenyum. “Gara-gara kau!”

“Maksudmu?”

“Iya. Gara-gara semalaman aku menunggumu! Kau tahu Bong Gun, Sebenarnya aku juga menyukaimu,” ketus Hae Bin.

Mendengar kata-kata Hae Bin, Bong Gun tersenyum. “Apa? Aku tidak mendengarnya!” teriak Bong Gun pura-pura tuli.

Hae Bin geram sambil memukul-mukul punggung Bong Gun. Mulut Hae Bin mendekat ke telinga Bong Gun. “Dengarakan aku baik-baik! AKU... JUGA... MENYUKAIMU!!!” teriak Hae Bin sekuat mungkin, berbarengan dengan suara klakson yang bersahutan di belakang mereka. Di atas, lampu sudah menyala hijau.


TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.rainlovers86.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar